Sebelum film dimulai di bioskop, layar akan menampilkan pernyataan film telah lulus sensor. Sebagai penonton, saya hanya menikmati hasil akhir dari penyensoran. Namun nggak tahu adegan apa saja yang disensor atau berapa lama durasi yang terpotong.
Penasaran banget dong bagaimana Lembaga Sensor Film bekerja demi menghasilkan tontonan yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Tanggal 30 Juni 2022 lalu saya dan 19 KOMiKers lainnya berkesempatan silaturahmi atau anjangsana ke kantor Lembaga Sensor Film (LSF) yang bertempat di Gedung F Lantai 6, Komplek Kemendikbud, Jakarta.
Saya tiba di kantor LSF sekitar pukul setengah 11. Setelah bertanya dengan sekuriti di meja front office, saya diantarkan ke sebuah ruang tunggu di mana teman-teman KOMiK lainnya sudah hadir.
Senang banget bisa bertemu lagi di event offline kayak gini. Sebenarnya masih menunggu teman-teman lainnya, namun waktu sudah jam 11 siang dan pihak dari LSF sudah siap juga.
Akhirnya kami memasuki ruang pertemuan yang sudah disiapkan. Ruangan besar berbentuk persegi panjang yang berhias tulisan Lembaga Sensor Film dan foto para petinggi LSF.
Dalam pertemuan ini saya dan teman-teman KOMiK bisa bertemu langsung dengan:
- Bapak Rommy Fibri Hardyanto - Ketua LSF
- Bapak Nasrullah - Ketua Komisi 1
- Bapak Andi Muslim, S.Ds.,M.Si - Anggota/Ketua SubKomisi Media Baru
- Ibu Rosery Rusdy Putri, M.Hun - Anggota/Sekretaris Komisi II
- Ibu Tri Widyastuti Setianingsih, M.Sn - Ketua SubKomisi I
- Bapak Evan Ismail - Wakil Ketua LSF
LSF terbentuk dari amanah UU No.33 tahun 2009. Lembaga Sensor Film (LSF) merupakan lembaga non struktural atau independen, artinya setiap putusan LSF berupa kegiatan, menilai dan meneliti film bersih dari intervensi atau intimidasi pihak mana pun. LSF terdiri dari 17 anggota, 12 anggota dari unsur masyarakat dan 5 anggota dari unsur pemerintah.
Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) NO.18 tahun 2014, unsur pemerintah dari Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Bapak Nasrullah juga menjelaskan 5 pembidangan yang tercantum pada UU NO.33 meliputi kebudayaan, IT, ahli bahasa/komunikasi, unsur perfilman, dan agama.