Lihat ke Halaman Asli

Pasang Surut Karir Sutradara Film Versi Ario Rubbik

Diperbarui: 12 Agustus 2019   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketemu Ario Rubbik dalam Bincang Akar Penyutradaraan

Sebuah film nggak akan berjalan lancar kalau nggak ada sutradaranya. Ibarat mobil nggak ada supirnya, bisa nabrak nanti. Memang sih kesuksesan film itu hasil dari kerjasama semua orang yang terlibat, tapi arahan dan kendali ada di tangan sang sutradara.

Bicara tentang film, saya mau terima #tantanganKomik nih. Salah satu sutradara yang saya temui yaitu Ario Rubbik. Ada yang kenal dengan beliau? Mungkin nggak tahu yang mana orangnya, tapi kalau saya sebutkan karya filmnya pasti tahu.

Menjadi sutradara dalam Satu Jam Saja, The Last Barongsai, Hijabers in Love.

Script supervisor di film Radit Jani, Serigala Terakhir, Kuntilanak 1,2,3, serta Co Director di film Si Doel the Movie 1 & 2. Bocorannya dia sedang syuting Si Doel the Movie 3. 

Film yang disutradarainya memang nggak masuk daftar box office movie Indonesia. Bagi dia itu nggak jadi masalah. Karena Ario Rubbik mendapatkan "keuntungan" lain yang bermakna dibalik semua karya filmnya. Bisa dibilang lebih dari sebuah materi. 

Kenalan dulu yuk sama Ario Rubbik. Ia lulusan Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang terjun di dunia perfilman Indonesia dari tahun 1999. 

Ia salah satu keluarga dari Karnos Film,tepatnya anak dari Rubby Karno dan keponakan Rano Karno. Sebelum jadi sutradara, ia pernah jadi pembantu umum,lighting, kamera boy. Karirnya benar-benar dari nol.

Kemudian ia sekolah lagi di Usmar Ismail, dari situ karirnya menanjak jadi asisten editor analog, assisten sutradara (Astrada) dan jadi sutradara. Di usianya ke 32 tahun ia pernah bermimpi menjadi sutradara, akhirnya terwujud.

Jadi sutradara itu nggak senikmat yang penonton lihat di filmnya. Kalau filmnya diapresiasi dengan baik, maka sutradara akan merasa dihargai. Ario Rubbik pun melewati banyak belokan dari mimpinya itu. "Karena yang belok-belok itu jadi lebih nikmat," kata Ario. 

Sutradara nyentrik  kelahiran Bogor tahun 1978 ini membagi pengalaman pasang surutnya selama menjadi sutradara. Bikin film itu "perangnya" di awal. Banyak hal yang mesti didiskusikan dengan crew dan pemainnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline