Lihat ke Halaman Asli

Nurul Fauziah

Mahasiswa_Fakultas ilmu sosial dan politik_universitas sebelas maret

Pelaksanaan Sistem Zonasi Baik atau Buruk?

Diperbarui: 21 Mei 2022   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap peraturan pasti menuai pro dan kontra di dalamnya. Seperti pada peraturan pendidikan mengenai penerimaan siswa didik baru melalui jalur zonasi. Jalur zonasi adalah penerimaan siswa berdasarkan wilayah tempat tinggal terdekat. 

Dilansir dari kemendikbud.go.id pada tahun 2019 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 ini mengatur tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Dalam peraturan tersebut menyatakan adanya jalur untuk mendaftar sekolah dengan jumlah persentase yaitu; Jalur zonasi minimal 50%, Jalur afirmasi minimal 15%, Jalur perpindahan orangtua/wali maksimal 5%, Jika ada sisa kuota, jalur prestasi dapat dibuka, bisa berdasarkan hasil nilai ujian nasional (UN) ataupun prestasi akademik dan non-akademik lainnya. 

Jalur ini, dengan demikian, maksimal 30%. Jalur zonasi ini dibuat dengan tujuan pemerataan pendidikan di setiap daerah, setiap orang memiliki kesempatan untuk bersekolah yang dekat dengan rumahnya sehingga mutu pendidikan bisa terukur dari tingkat wilayah.

Adanya penetapan peraturan tersebut memberikan pro dan kontra di masyarakat. Jalur zonasi dianggap tidak relevan karena anak tidak bisa bersekolah di sekolah yang memiliki mutu yang bagus. 

Misalnya di daerah ini memiliki sekolah favorit yaitu A,B, dan C. Tetapi karena si anak tidak bertempat tinggal didaerah dari ketiga sekolah tersebut harus memilih sekolah lain yang dianggap kurang favorit.

"Kan bisa mendaftar jalur prestasi?" Disini menjadi permasalahan yang membuat sebagian masyarakat keluhkan karena jalur prestasi yang ditetapkan dalam peraturan maksimal 30% dianggap tidak cukup. Misal Adam ingin mendaftar sekolah dengan jalur prestasi karena dia tidak berada dalam wilayah sekolah A,B, maupun C tetapi nilai adam tidak begitu tinggi dan juga tidak begitu rendah. 

Passing grade sekolah tersebut 80 sedangkan nilainya 83 dan hanya menggunakan nilai prestasi UN karena tidak memiliki prestasi lain. Sehingga akan sangat mungkin bagi Adam tidak diterima karena nilainya  tergusur dengan teman-teman lain yang memiliki segudang prestasi dan juga memiliki nilai UN yang tinggi.

Inilah tujuan peraturan ini dibuat agar meratakan sistem pendidikan yang ada. Dengan sistem ini tidak ada lagi makna 'sekolah favorit dan sekolah buangan'. Dengan sistem sekolah zonasi/wilayah ini akan lebih mudah mengukur setiap sekolah ada. Mengapa sekolah ini sulit mendapatkan prestasi? 

Bagaimana proses belajar di sekolah ini? Pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah pendidikan disekolah inilah akan menjadi usaha perubahan dan perkembangan setiap sekolah sehingga tidak ada lagi makna sekolah favorit dan sekolah buangan karena semua sekolah sama dalam segi pengajar, sarana prasarana dan juga siswanya.

Meskipun begitu, tak jarang banyak orang yang mengeluhkan sistem zonasi ini. Jalur zonasi atau wilayah ini dinilai tidak efektif dalam kegiatan pendidikan. Seperti tenaga pengajar yang harus mengubah sistem belajar karena siswa yang berasal dari jalur zonasi/wilayah terdekat ini seringkali mendapat nilai yang tidak sesuai dengan passing grade sekolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline