Lihat ke Halaman Asli

Nurul FajriyahHidayat

Allah is the best planner

Mbah Ijah: Penerang di Antara Gelap

Diperbarui: 29 Mei 2022   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Setelah beberapa bulan saya pergi meninggalkan kampung halaman, akhirnya pada pertengahan bulan suci Ramadhan saya memutuskan untuk Kembali menapaki kaki dikampung halaman. Rumah saya ter;etak di daerah Madura, Jawa Timur. Tepatnya berada di kabupaten pamekasan, lalu tak lebih dari sekitar lima menit, sampailah saya menuju rumah. Ya, letak rumah saya tidak terlalu jauh dari pusat kota.

Pertama kali menapakkan kaki, saya lantas berdiam diri, memperhatikan dengan telliti beberapa perubahan yang terjadi yang membuat saya serasa asing. Tapi tetap. Saya mencintai rumah saya. Saya mencintai segala hal tentangnya. Semburat ingatan masa kecil Kembali menari nari dipelupuk mata saya. 

Ketika saya bermain tanah yang dicampur air lalu dibentuk seperti adonan kue yang siap di panggang dengan taburan pasir hitam atau ggilingan bata merah sebagai topping atau pelengkap. 

Setelah beberapa lama, saya dan teman teman epurra pua memakannya dan menikmatinya. Sesekali saya bermain air hujan bersama mereka. Seolah olah kami tidak pernah mengenal ap aitu sakit, bagaimana itu demam dan seperti ap aitu resiko. 

Saat itu, bagi kami adalah persahabatan dan persaudaraan lebih penting dari apapun, bahkan kami rela melewati makan pagi dan makan siang kami bersama keluarga masing masing untuk bisa bermain main dengan kawan sebaya. 

Masih teringat betul, bagaimana saya rela memanjat jendela kamar lama saya untuk bisa lolos ketika orang tua saya menyuruh saya untuk tidur siang. Ya, maklum. Namanya anak anak. 

Kata orang orang dewasa sekarang, mereka yang pendiam ketika masa kanak kanak berlangsung, itu menyalahi kodrat atau hukum perkanak kanakan internasional. 

Atau bahkan, lebih parahnya lagi, ada saja mereka yang menganggap seseorang yang tidak pernah nakal ketika masa kanak kanak nya biasanya kondisi mereka sedang tidak sehat. Baik itu secara fisik maupun psikis. Ada ada saja.

Namun, beberapa Langkah sebelum menapaki rumah, perhatian saya tertuju pada sebuah surau sederhana dengan warna cat putih dan hijau yang terlihat segar. Sepertinya kondisi catnya masih baru saja direnovasi. 

Beberapa orang terlihat melingkar membentuk tiga kelompok untuk melakukan tadarus al quran, yakni sebuah kegiatan dimana mereka akan bergantian mengaji dan bagi mereka yang belum kebagian mengaji akan menyimak bacaan yang tengah di bacakan. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh anak anak dan remaja saja. 

Kaum lanjut usia dan tua pun tak ingin kalah untuk ikut mewarnai bulan suci dengan kebaikan yang dilakukan bersama. Saya tersenyum melewati mereka. Menundukkan kepala pertanda meminta izin untuk lewat agar segera sampai tujuan, rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline