Lihat ke Halaman Asli

Novia Nurul Mar Atus Sholikhah

Creative Content Creator, Video Editor, Graphic Designer

Cerita Selepas Pulang Kuliah

Diperbarui: 16 Oktober 2019   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selepas pulang kuliah aku sudah ada janji dengan kakakku untuk ke rumahnya yang searah dengan jalan pulang dari kampusku. Setelah sampai ke rumahnya aku langsung disodorkan piring untuk makan siang. 

Akupun meraihnya dan mengambil makanan di dapur kemudian makan dengan duduk santai, karena kakakku tahu bahwa aku pasti lapar setelah kuliah yang membosankan dan perjalanan panjang dan panas selepas kuliah. Setelah itu aku dan kakakku duduk dalam satu kursi yang sama dengan jeda tas berat yang aku miliki. 

Di ruang tamu kami berbicara mengenai masa depan. Kami membicarakan tentang masa depan keponakanku yang tak lain adalah anak pertama dari kakak perempuanku yang pertama ini. 

Kami memang memiliki jarak usia 25 tahun yang terkadang perbedaan generasi membuat komunikasi kami terkadang terhambat untuk saling mengerti. Meskipun begitu dalam membicarakan masa depan terutama untuk pendidikan kami sangat antusias sekali.

Pada saat itu sekitar pukul 12.30 siang kami membicarakan tentang zaki si keponakkanku anaknya kakakku. Si Zaki ini sudah kelas 11 MA dan dia juga mondok sehingga ia tidak tinggal serumah lagi dengan kakakku alias ibunya yang terkadang pulang seminggu sekali. Kami membicarakan apa yang akan dilakukan dan dikerjakan setelah si zaki lulus dari MA apakah melanjutkan kuliah atau daftar menjadi polisi? Begitulah kebimbangan kakakku saat bercerita. 

Aku pun memberikan saran kepada kakakku jika ingin melanjutkan kuliah si zaki ini kuliahkan saja di universitas negeri Islam salah satu terbaik di Indonesia, jangan seperti saya yang kuliah di universitas swasta Islam yang kurang ada tantangannya. Saya pikir jika seeseorang yang kuliah di universitas yang berkualitas, dari segi fasilitas, tenaga pendidik, dan hal-hal yang berhubungan dengan itu pasti berkualitas.

Dan nantinya pasti akan berdampak baik pada mahasiswanya juga. Kata orang sih, kuliah di mana-mana itu sama tergantung orang itu hasilnya gimana, universitas itu hanya bungkus dan mahasiswanya itu isinya. Ya memang tidak ada salahnya pernyataan tersebut, tapi menurutku jika bisa di universitas yang berkualitas mengapa tidak sekalian juga mahasiswanya berkualitas karena lingkungan kampus yang baik juga berpengaruh pada hasil belajar dan output yang berkualitas juga kan?

Di lain sisi kakakku ingin si zaki ini menjadi polisi, karena biar masa depannya pasti. Tetapi setelah ia berpikir-pikir lagi dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan mendaftar dan tetek bengeknya di internet, kakakku berubah pikiran bahwa kalau nanti zaki menjadi polisi pasti dia tidak akan bisa leluasa bertemu dengan orang tua, pasti akan ditempatkan di mana saja sesuai tugasnya, para cewek-cewek pasti akan naksir dan menikahinya ya karena Zaki itu termasuk good-looking dan jadi polisi lagi, wadidaw banget kan. 

Oleh karena itu kakaku berubah pikiran untuk mendukung Zaki kuliah saja. Saya pun mendukung sekali dengan hal itu, karena jika kita terbiasa oleh kenyamanan dan memilih cara aman saja, nanti itu bisa berbahaya bagi diri manusia. Karena dengan berbagai tantangan kita bisa mengetahui dan tahu caranya untuk berusaha menjadi manusia yang sebenarnya.

Memang hal tersebut ngak mudah, tapi tidak ada salahnya kita mencoba. Pekerjaan keren tapi gaji biasa sih terlalu mainstream menurutku. Selain itu si Zaki ini mungkin saja memiliki potensi kepemimpinan yang bagus, hal itu terbukti dengan saat kelas 10 menjabat sebagai wakil ketua osis di sekolahnya dan juga sekarang kelas 11 naik jabatan menjadi ketua osis, ohhh sungguh wadidaw perbedaaan 180 derajat dengan saya sebagai tante muda yang anti dengan hal-hal tersebut. Dan saya pikir hal tersebut bisa menjadi pendukung Zaki di masa depan nanti kuliah di universitas negeri.

Kakakku pun memiliki visi agar anaknya itu memiliki banyak pengalaman dan keahlian yang disertai nilai religius yang bisa bermanfaat bagi orang sekitarnya, karena kekhawatirannya selama ini terhadap para tetangganya yang kurang religius dan suka melaukan hal-hal yang sebenarnya tidak diperbolehkan dalam Islam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline