Sejak beberapa tahun lalu sebenarnya saya sudah membuat akun kompasiana dengan niat untuk belajar menulis. Niat tak berwujud nyata jika tidak ada upaya untuk melaksanakannya. Sekitar bulan juli 2022, saya ingat kembali dan barulah mulai menulis. Awalnya sih sebagai sarana curhat. Lihat saja beberapa postingan awal saya isinya curhat semua. Lama kelamaan, saya merasakan banyak manfaat yang didapatkan dari bergabung dengan kompasiana.
Pertama, sarana melepas emosi
Tak bisa dipungkiri dalam hidup, tak jarang manusia dihinggapi emosi-emosi negatif. Alih-alih menyangkal kehadiran emosi negative ini, saya memilih untuk menerimanya. Ya, perasaan sedih, kecewa, marah kadang hadir dalam hidup. Menulis di Kompasiana membuat perasaan-perasaan tadi perlahan lepas dari hati meski sesekali mungkin hadir lagi.
Kedua, Kompasiana teman curhat di perantauan
Pepatah sunda mengatakan "Bengkung ngariung, bongkok ngaronyok". Maksudnya selalu bersama dalam segala keadaan. Saya resapi pepatah ini secara fisik. Maka, saya selalu ingin berdekatan dengan keluarga. Sejak SD hingga kuliah saya selalu memilih sekolah paling dekat dengan rumah. Tak pernah sekalipun ngekos. Baru kali ini saya merantau di negeri orang.
Saat merantau tak bisa dengan mudah curhat kepada keluarga atau teman. Selain tak ingin membuat mereka khawatir, perbedaan waktu juga kadang menjadi kendala. Mau ngobrol pagi-pagi, di tanah air masih dini hari. Kalau malam, di sini sudah terlalu malam. Keburu ngantuk jadinya. Kompasiana kemudian bisa menjadi tempat curhat kapan saja, di mana saja.
Curhat di Kompasiana juga bisa menjadi sarana penyaluran kebawelan. Kalau sudah bicara, biasanya saya susah berhenti. Mungkin saya termasuk perempuan yang mengeluarkan lebih dari 20.000 kata per hari.
Ketiga, menambah banyak teman
Bergabung dengan kompasiana juga membuat saya berkenalan dan berteman dengan banyak orang. Berbagai latar belakang, asal daerah serta kekhasan lainnya saya temukan di Kompasiana. Saling menyapa lewat komentar atau penilaian artikel membuat saya merasa dikelilingi banyak teman.
Keempat, menambah pengetahuan baru
Di Kompasiana saya juga menemukan banyak tulisan luar biasa. Saya jadi banyak belajar pengetahuan baru mulai dari tips pengembangan diri hingga ide-ide membangun negeri. Berselancar di Kompasiana juga membuat saya tetap up to date dengan berita yang tengah hangat di Indonesia maupun dunia. Tak sekedar berita, namun juga sudut pandang para penulis terhadap berita. Tak hanya itu, saya bahkan merasa berjalan-jalan keliling Indonesia lewat tulisan para Kompasianer. Saya sampai bertekad, semoga suatu saat nanti saya bisa keliling Indonesia. Ya, menikmati indahnya Indonesia sambil berjumpa teman Kompasianer. Di Kompasiana, terkadang saya juga seperti singgah di negeri-negeri yang belum pernah saya kunjungi. Semoga suatu saat bisa singgah secara fisik.
Kelima, mengasah kemampuan menulis
Bakat bawel nyerocos ala emak-emak nyatanya tak membuat otomatis saya bisa menulis. Lagi-lagi, Kompasiana menjadi tempat yang pas untuk mengasah kemampuan menulis. Banyak Kompasianer hebat yang diam-diam "mengajarkan" pembaca untuk menulis dengan apik. Ya, mengajar bukan dengan koar-koar "Menulis harus begini, menulis harus begitu!" melainkan dengan contoh nyata karya mereka.
Meski ada segudang manfaat yang saya rasakan dari Kompasiana, ternyata Kompasiana juga telah "mencuri" waktu dan perhatian saya. Kalau sudah masuk kompasiana, setidaknya saya menghabiskan waktu dua jam. Untuk apa? Menulis plus blog walking. Menulis saja rasanya tak afdhol. Saya juga tertarik membaca tulisan-tulisan orang yang hampir semuanya sangat bermanfaat. Belum lagi menyapa teman. Ada perasaan senang saat ada Kompasianer lain yang memberi komentar atau penilaian. Bagi saya, itu adalah sebentuk perhatian. Mereka telah mengalokasikan waktu untuk berkomentar atau memberi rating. Maka, saya harus membalas minimal dengan hal yang sama. Di samping itu, saat membaca sebuah artikel minimal saya ingin memberi rating kepada penulis sebagai bentuk apresiasi.
Klik Kompasiana, tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Saya padahal memiliki banyak tugas yang juga butuh waktu dan perhatian. Menyelesaikan tugas-tugas kuliah sambil mengasuh bayi, sungguh bukan hal yang mudah bagi saya. Kalau harus pensiun dari Kompasiana padahal saya baru memulainya, sungguh saya pun tak akan kuat. Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Ya, menjadikan Kompasiana sebagai self-reward bagi saya. Saya memecah tugas-tugas besar kuliah menjadi beberapa bagian. Setiap bagian kemudian dibreakdown lagi menjadi target harian. Jika target harian saya tercapai, maka hadiahnya adalah saya bisa bertamasya di Kompasiana pada hari berikutnya. Dengan demikian, saya juga terpacu untuk bersegera dengan segala cara menyelesaikan tugas-tugas "wajib" saya.
Para Kompasianer semua, terimakasih sudah menjadi teman yang selalu menyapa menghangatkan hati dan jiwa. Terimakasih juga sudah menjadi "guru" dalam diam. Semoga saya bisa meneladani para Kompasianer hebat semua.