Lihat ke Halaman Asli

Nurul Hidayah

Ibu dua anak, PhD Student at Monash University Australia

Terlunta-lunta di Singapura

Diperbarui: 24 Juli 2022   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Notifikasi gmail tetiba muncul di layar HP. Ya, email yang ditunggu-tunggu tentang terbitnya visa. Hanya tersisa waktu empat hari untuk tiba di Australia guna memulai perkuliahan sebagaimana tercantum dalam LoA

Tanpa berpikir panjang aku mencari tiket untuk segera terbang ke tanah rantau sana. Melalui sebuah platform kupesan empat tiket dengan harga yang paling terjangkau dan terbang paling cepat. Singapore Airline akan mengantarkan kami ke Bandara Tullamarine Melbourne, Australia. 

Menurut jadwal, kami akan terbang dari Jakarta, transit di Singapura selama 13 jam, baru kemudian menuju Australia. Inginnya penerbangan langsung agar bayi kecilku tak kecapaian di jalan. Namun, penerbangan itu adalah penerbangan dengan waktu transit terpendek yang masih tersedia untuk tanggal tersebut. Ya sudahlah, "Itung-itung mencicipi udara Singapur lah " hiburku pada keluarga.

Tiba di Jakarta, sulungku baru tersadar bahwa ia mengenakan sendal jepit sementara sepatu yang sudah disiapkan sejak semalam malah lupa.

"Ya sudah, nanti kita beli sepatu di Changi Airport" ucapku sambil membayangkan berjalan-jalan di toko-toko yang berjejer di bandara negeri Singa. Terburu-buru kami berjalan menuju pesawat yang jaraknya cukup jauh. 

Kami hampir saja terlambat pasalnya harus mengisi Digital Passenger Declaration (DPD) untuk kami berempat sebagai salah satu syarat check in pesawat. 

Sebelumnya aku telah mengisi Australia Travel Declaration (ATD). Namun kemudian ATD tak berlaku lagi, sehingga harus mengisi DPD. Kami bahkan sampai dijemput petugas menggunakan kendaraan bandara.

Sekitar pukul 6 sore waktu Singapura kami tiba di Changi Airport. Kami mengikuti petunjuk arah menuju hotel transit. Ternyata cukup jauh juga. Sesekali kami menggunakan travelator karena sudah lelah berjalan. Untungnya si bungsu yang berusia 10 bulan cukup anteng dalam gendongan. Ah, saking mendadaknya perjalanan, kami bahkan tak sempat mencari stroller untuk memudahkan perjalanan. 

Sepanjang perjalanan, terlihat berjejer toko maupun money changer. "Cari sepatunya nanti ya, kalau udah dapat kamar. Jadi kita bisa simpan dulu barang-barang" ucapku. 

Tibalah kami di Ambassador Hotel. Hanya aku dan bayi yang diperbolehkan masuk loby, protokol covid masih ketat saat itu. "I am sorry. Fully booked" kata resepsionis saat aku bilang mau menginap. 

Kasihan dengan bayi, sang resepsionis menghubungkanku dengan hotel lainnya melalui telepon. Lagi, jawabannya "Fully booked". Dia tidak menyarankan aku untuk menunggu di lounge  yang banyak tersedia di Changi karena kasihan dengan bayi dan bisa saja mengganggu yang lain jika bayi rewel malam-malam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline