Lihat ke Halaman Asli

Mbah Karni: Si Wanita Perkasa

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita tua itu berjalan dengan langkah gontai di lorong-lorong Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Kaki-kakinya yang renta masih mampu menopang tubuh tuanya. Tangannya yang mengeriput masih kuat menggendong beratnya karung sayur. Mbah Karni, itulah namanya. Usianya sudah lebih dari 80 tahun. Tapi, jangan ditanya soal kekuatannya. Tubuh yang terlihat renta itu masih sanggup mengangkat puluhan kilo beban berat di pundaknya.

Pekerjaan Mbah Karni adalah penjual jasa gendong barang, seperti kebanyakan wanita-wanita tua di pasar . Pekerjaan yang menurut saya sangat berat bagi orang setua Mbah Karni. Mengangkat karung sayur, beras, dan barang belanjaan orang yang berbelanja di situ. Namun, bagi Mbah Karni dan kawan-kawan, pekerjaan ini adalah sumber penghidupan mereka. Dari situlah, mereka dapat menghasilkan seribu atau dua ribu perak untuk menopang perekonomian hidup keluarga.

Bukannya tidak ada pekerjaan lain. Tapi, hanya pekerjaan inilah yang mampu Mbah Karni kerjakan diusianya yang sudah tak muda lagi. Meskipun berat, pekerjaan sebagai penjual jasa gendong barang ini tetap dilakukannya demi membuat asap dapurnya mengepul. Biar anak dan cucu-cucunya bisa terus makan dan bertahan hidup.

Menurut saya wanita perkasa ini sungguh hebat. Bagaimana tidak? Wanita seusia beliau, seharusnya sudah hidup santai dan nyaman. Akan tetapi, karena keadaan ekonomi yang kian hari kian menghimpit, memaksanya bekerja keras seharian. Demi mendapat bayaran yang menurut saya tidaklah layak dengan usaha yang dilakukan. Hanya dengan berbekal sehelai gendongan lusuh, pekerjaan ini dilakukannya hari demi hari dengan ikhlas.

Nek kulo mboten kerjo, kulo mboten mangan, mbak,” ujarnya lirih. Itulah jawaban singkat Mbah Karni ketika saya menanyakan alasan kenapa beliau masih terus bekerja diusianya sekarang. Sungguh miris saya mendengar jawaban beliau. Apakah wanita perkasa ini tidak mempunyai anak-anak untuk melayaninya di usia senja? Agar bisa hidup enak dan layak. Pertanyaan ini berkecamuk di benak saya. Ketika saya tanyakan lagi, dengan polosnya beliau berucap,”Nek kulo mboten dadi tukang gendong ngene, anak putu kulo yo mboten mangan mbak’e....”

“Masya Allah,” ucap saya dalam hati. Berarti Mbah Karni masih menjadi tulang punggung keluarga demi anak cucunya. Dari cerita beliau, saya dapat mengorek sekelumit penggalan hidupnya. Semenjak suaminya meninggal 2 tahun lalu. Otomatis Mbah Karni menjadi satu-satunya pencari rejeki di keluarganya. Bukannya setahun, dua tahun ini pekerjaan sebagai penjual jasa gendong dilakoninya. Sudah hampir puluhan tahun beliau menggeluti pekerjaan ini. Namun, kehidupan terasa semakin berat sejak kematian suaminya. Anak dan cucunya masih menumpang hidup dengannya karena keterbatasan ekonomi.

Sungguh, saya salut dengan wanita perkasa ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, beliau masih tetap bersemangat menjalani hidup. Semoga beliau dan keluarganya dapat mencapai taraf kehidupan yang lebih baik lagi. Meskipun berjalan tertatih-tatih di kehidupan yang semakin tak menentu ini. Kehidupan keras wanita ini, semoga menjadi penyemangat bagi saya dan juga orang-orang muda di luar sana. Bahwa hidup itu memang keras, tapi jalanilah dengan semangat. Seperti semangat Mbah Karni, yang tak kunjung padam sampai ajal menjemput.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline