Bulan Mei 2024 mencatatkan namanya dalam sejarah iklim sebagai bulan Mei dengan suhu terpanas yang pernah tercatat secara global, melanjutkan rangkaian 12 bulan berturut-turut dengan suhu rata-rata global tertinggi. Hal ini diungkapkan oleh jaringan pemantauan iklim Uni Eropa (UE).
Data dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) Uni Eropa menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan udara global untuk Mei 2024 mencapai 0,65°C di atas rata-rata tahun 1991-2020. Direktur C3S, Carlo Buontempo, menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa meskipun mengejutkan, rangkaian 12 bulan berturut-turut dengan suhu rekor ini bukanlah hal yang tidak terduga. Buontempo menekankan bahwa meskipun rangkaian bulan-bulan dengan suhu rekor ini pada akhirnya akan berhenti, tren perubahan iklim yang lebih luas tetap ada dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berbalik arah.
Dampak El Niño dan Gas Rumah Kaca terhadap Kenaikan Suhu
Mei 2024 juga menandai bulan ke-11 berturut-turut dengan suhu rata-rata global setidaknya 1,5°C di atas rata-rata pra-industri (1850-1900). Data C3S menunjukkan bahwa suhu rata-rata global selama 12 bulan terakhir adalah yang tertinggi yang pernah tercatat, mencapai 0,75°C di atas rata-rata 1991-2020 dan 1,63°C di atas rata-rata pra-industri. Kenaikan suhu global yang terus-menerus ini sangat mengkhawatirkan dan melebihi ambang batas penting yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Kenaikan suhu global ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan kemunculan El Niño baru-baru ini memainkan peran signifikan. Menurut laporan dari The Guardian, fenomena cuaca ini diidentifikasi oleh Dr. Mike McPhaden, seorang ilmuwan senior dari Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA). McPhaden menjelaskan bahwa periode La Niña 'triple dip' yang baru saja berakhir, sebelumnya telah menurunkan suhu rata-rata permukaan global meskipun ada peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. “Sekarang setelah berakhir, kita mungkin akan melihat sinyal perubahan iklim yang semakin jelas,” tambahnya.
Peran La Niña dalam Pendinginan Global
Periode La Niña, yang ditandai dengan pendinginan di Pasifik tropis bagian tengah dan timur serta angin pasat yang lebih kuat, memiliki pengaruh pendinginan pada suhu global. Selama periode La Niña, suhu permukaan laut di wilayah-wilayah tersebut lebih dingin dari biasanya, sehingga membantu menurunkan suhu global secara keseluruhan.
Dampak El Niño terhadap Pemanasan Global
Sebaliknya, selama periode El Niño, suhu permukaan laut di wilayah-wilayah tersebut lebih hangat dari biasanya. Fenomena ini menyebabkan suhu global terdorong naik. Dr. McPhaden menggarisbawahi bahwa setelah periode La Niña yang berkepanjangan, kemunculan El Niño akan membuat sinyal perubahan iklim semakin jelas dan memanaskan atmosfer lebih jauh.
Kombinasi El Niño dan Gas Rumah Kaca
Kombinasi antara kemunculan El Niño dan peningkatan gas rumah kaca di atmosfer menjadi pendorong utama kenaikan suhu global. Gas rumah kaca, yang sebagian besar dihasilkan dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi, telah mengakumulasi di atmosfer dan meningkatkan efek pemanasan global. Ketika El Niño terjadi, efek pemanasan ini diperparah, menghasilkan suhu yang lebih tinggi dari biasanya.
Peran Manusia dalam Pemanasan Global
Meskipun fenomena alami seperti El Niño berkontribusi pada variabilitas jangka pendek, pendorong utama perubahan iklim tetaplah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer, yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Data ini mengingatkan kita akan perlunya tindakan global yang mendesak untuk mengurangi perubahan iklim dan beradaptasi dengan dampaknya yang tak terhindarkan.