Lihat ke Halaman Asli

The Biggest Loser Tidak Seindah Harapan Pemirsa

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

The Biggest Loser adalah sebuah reality show yang menampilkan kontestan-kontestan bertubuh besar yang berjuang menurunkan berat badannya sebesar mungkin untuk mendapatkan hadiah uang tunai sebesar US $ 250,000. Acara ini pertama kali disiarkan oleh Amerika Serikat pada tahun 2004 lalu diadaptasi oleh banyak negara, diantaranya kawasan Asia.

Program ini telah sukses merebut hati jutaan penonton di seluruh dunia. Pada awalnya banyak orang yang termotivasi untuk menurunkan berat badannya seperti yang ditayangkan dalam acara tersebut. Namun, kini acara tersebut menuai banyak kecaman dari para ahli gizi dunia.

"Acara ini membawa orang-orang yang tidak aktif dan tidak dalam kondisi baik untuk segera menurunkan berat badannya secara drastis, hal ini bisa menimbulkan stres pada diri peserta," ujar Carol Wolin-Riklin, seorang koordinator gizi dari University of Texas Medical School di Houston, seperti dikutip dariLiveScience, Selasa (23/2/2010).

Seperti dalam episode di musim 8 terdapat dua pasien yang dirawat di rumah sakit setelah pingsan akibat berlari selama 1 mil (1,6 km). Sementara tahun ini dalam musim 9 dibuka tantangan yang lebih berat karena peserta harus berlari sejauh 26,2 mil (42 km), hal ini membuat satu peserta terserang kram parah sedangkan kontestan lainnya dirawat akibat kelelahan.

Reality show ini menjadi salah satu contoh kasus bahwa acara ‘real’ yang disajikan ternyata tidak selalu se’real’ apa yang dibayangkan banyak orang. Menurut Jean Baudillard dalam teorinya The World Hyperreality mengatakan bahwa televisi tidak hanya menghadirkan dunia tetapi meningkatkan sesuatu yang jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari (realita).

Para penonton menganggap bahwa jika mereka mengikuti program diet seperti The Biggest Loser maka mereka akan mendapatkan hasil yang baik. Penggambaran realitas yang ada dalam acara ini meyakinkan mereka bahwa program ‘nyata’ ini sangat efektif dan tidak berbahaya karena dalam pengawasan ketat dokter. Namun, pada kenyataannya realitas tersebut tidak senyata dengan realitas yang sesungguhnya. Inilah yang dimaksud hyperreality (realitas semu) oleh Jean.

Simulasi-simulasi atau penggambaran ‘nyata’ tayangan inilah yang disebut simulacra. Simulacra sendiri adalah dunia dimana kebenaran telah diambil alih oleh konstruksi-konstruksi kebenaran yang bersifat fiktif, retoris, dan palsu.

Baudrillard menelaah lebih jauhbagaimana pencitraan itu menciptakan semakin jauhnya makna dari realitas.Simulasi yang telah menciptakan gugusansimulacrumserta merta menguasai kesadaran sehingga perilakunya diatur sepenuhnya oleh dorongan-dorongan simulasi itu.

Besarnya pengaruh ini ditentukan oleh peran media (televisi) itu sendiri dalam mengemas acara tersebut dan menampilkannya ke seluruh dunia. Televisi saat ini bukan hanya menampilkan berita atau acara diskusi yang menarik tetapi sudah bergeser dengan menampilkan hiburan yang menjadikan realitas baru.

Akibatnya adalah terjadinya pengaburan antara yang nyata dengan yang tidak nyata. Terjadinya dramatisasi dari acara tersebut mengakibatkan pembodohan publik. Penonton percaya bahwa apa yang mereka saksikan selama ini adalah kenyataan.

Pembodohan atas realitas ini dapat menghasilkan pola budaya yang mudah meniru (imitasi) apa yang dilihatnya sebagai sebuah kenyataan di media televisi direalisasikan dalam kehidupan keseharian. Serta terbentuknya pola pikir yang serba instan, membentuk manusia yang segala sesuatunya ingin cepat saji. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya realitas yang tersajikan dengan citra yang menghibur itu dapat menumbuhkan semangat dalam masyarakat untuk berbuat demi kemanusiaan seperti kepeduliaan terhadap sesama. Akan tetapi, tetap saja komoditas atas kepentingan keuntungan yang tersaji dari bingkai realitas dalam media mengalahkan nilai, makna yang bermanfaat bagi masyarakat.

http://en.wikipedia.org/wiki/The_Biggest_Loser

http://www.detikhealth.com/read/2010/02/23/173544/1305326/766/cara-diet-the-biggest-loser-panen-kecaman

Hantu-hantu Politik dan Matinya Sosial, Yasraf Amil Piliang

http://kpiaku.wordpress.com/artikel_ku/bb/

http://rohmadsosiawan.blog.uns.ac.id/2009/06/01/baudrillard-dan-reality-show-di-televisi/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline