Lihat ke Halaman Asli

Pencucian Uang Merugikan Negara?

Diperbarui: 1 Mei 2023   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gresnews.com

Mengapa pencucian uang termasuk tindak kejahatan dan kriminal yang akan berdampak buruk bagi ekonomi suatu negara? Pencucian uang merupakan tindakan merubah atau mengalihkan uang dari hasil pekerjaan haram atau ilegal menjadi legal. 

Pelaku kejahatan melakukan pencucian uang yang haram manjadi halal dengan berbagai cara, seperti membuka bisnis bodong yang setara atau masuk akal dengan penghasilan dari pekerjaan yang ilegal seperti transaksi narkoba, perjudian, prostitusi, atau penggelapan pajak. 

Hal ini untuk menghindari kecurigaan pihak perjakan, seperti contoh seorang karyawan memiliki bisnis ilegal kemudian ingin membeli suatu barang atau aset berharga property seperti apartement, rumah di kawasan elite yang membutuhkan NPWP tentunya akan menjadi pertanyaan bagi pihak perpajakan mengapa bisa seorang karyawan biasa bisa membeli barang mewah padahal di SPT tahunannya sudah tertulis penghasilan si karyawan. 

Maka dari itu untuk menghindari kecurigaan dan pertanyaan bagi para pelaku yang melakukan pekerjaan ilegal mereka mencuci uangnya.

Dengan perkembangan zaman yang semakain maju dapat membuka peluang besar bagi para pelaku melalakan kejahatan tindak pencucian uang atau penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan uang yang berasal dari pekerjaan yang ilegal seperti penipuan, penggelapan pajak, pelacuran, transaksi narkotika, pemerasan, serta sumber- sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat diketahui atau dilacak. 

Jika kita bandingkan dengan zaman dahulu dimana pelaku kriminal dilakukan oleh orang-orang miskin dan pengangguran, tetapi di era globalisasi sekarang sebaliknya para pelaku kriminal dilakukan oleh golongan kelas elite. Pasalnya, tindak pencucian uang ini tidak hanya dapat di lakukan oleh perorangan tetapi juga dapat dilakukan korporasi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkapkan sejumlah kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sepanjang tahun 2022. Untuk perkara korupsi, PPATK menyebut nilai transaksi sebesar Rp 81,3 triliun.

Sepanjang tahun 2022, PPATK menyampaikan 1.290 laporan hasil analisis yang terkait 1.722 laporan transaksi mencurigakan dengan nominal diduga tindak pidana mencapai Rp 183,88 triliun, ungkap Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa, 14 Februari 2023.         

Dari hasil riset tersebut, PPATK menyusun indeks dengan skor berskala 3 sampai 9, dengan interpretasi sebagai berikut:

  • Skor 7,01 sampai 9 (risiko tinggi): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya signifikan, perlu perhatian mendesak.
  • Skor 5 sampai 7 (risiko menengah): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya signifikan, perlu pemantauan berkelanjutan.
  • Skor 3 sampai 4,99 (risiko rendah): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya rendah, perlu pemantauan secukupnya.

PPATK juga menyatakan ada dua kelompok profesi yang berisiko tinggi terlibat pencucian uang pada 2021, yakni pemerintah dan legislatif, serta karyawan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD).

Kemudian ada enam kelompok profesi yang risikonya menengah, yakni pengusaha, karyawan swasta, pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI atau Polri, serta karyawan bank.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline