Lihat ke Halaman Asli

Laksamana Keumalahayati

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Babak ke-1

(Babak pembuka)

(Ruang kelas) (Guru dan murid-murid.)

Para siswi sedang asyik mengobrol. Guru masuk ke kelas. Murid tidak antusias. Ada yang mengantuk, main hape, menghayal, ngobrol, dan lain-lain. Guru menyapa. Lama-kelamaan murid antusias.

Guru: “Asalamualaikum wr. wb.”

Murid: “Waalaikumussalam wr. wb.”

Guru: (Tenang lalu berapi-api)

“Sekarang kita akan belajar sejarah. Sejarah tentang seorang wanita hebat luar biasa. Wanita yang dapat kita jadikan teladan dalam kehidupan kita. Khususnya bagi kalian, calon-calon pemimpin dan penerus bangsa. Sebagai seorang wanita, kalian harus mengenal tokoh ini. Seorang tokoh yang namanya menggetarkan jagat raya. Yang bila disebut namanya, dapat bergidik bulu roma. Pahlawan wanita, yang jasanya akan selalu dikenang sepanjang masa.”

Murid 1: (Mengacungkan jari. Bertanya. Penasaran)

“Ustazah, dari mana ia berasal?”

Guru: “Wanita perkasa ini berasal dari Nangroe Aceh Darussalam.”

Murid 2: (Mengacungkan jari. Bertanya. Penasaran)

“Ustazah, apakah tokoh yang Ustazah maksud adalah Cut Nyak Dien atau Cut Meutia? ”

Guru: (Berjalan ke pojok depan panggung. Mata murid mengikuti.)

“Dua nama yang kamu sebut itu memang berasal dari Aceh. Keduanya hidup di pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20. Tapi, wanita perkasa ini hidup jauh hari sebelumnya. Ia hidup di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16.”

Murid 3: (Menghampiri guru. Sangat penasaran)

“Ustazah, siapakah tokoh hebat yang Ustazah maksud?”

Murid : (Semua murid menghampiri guru. Sangat penasaran)

“Ustazah, siapakah dia?”

Guru: “Wanita perkasa ini bernama…Laksamana Keumalahayati.”

Murid-murid terperanjat. Mereka pun berusaha membayangkan tokoh itu. Mereka pun tertidur di pangkuan guru. Sang guru membelai kepala mereka. Ia pun tertidur juga.

Lagu Iwan Fals berjudul Laksamana Keumalahayati berkumandang. Laksamana Keumalahayati (LKH) masuk panggung diikuti anak buahnya. Mereka menaiki kapal air dan berkeliling panggung hingga ke tengah. Sampai di tengah mereka mematung. Guru dan murid-murid bangun lalu berjalan menghampiri dan memperhaikan LKH dan pasukannya. Mereka tak percaya lalu tidur lagi di tengah panggung.LKH dan pasukannya kembali bergerak dan turun panggung. Lagu selesai. Guru dan murid bangun.

Murid 1: (Bangun darri tidur. Heran)

“Ustazah, Ustazah, sepertinya aku bermimpi melihat LKH dan pasukannya.”

Murid 2: (Mendukung)

“Ya, Ustazah, saya juga.”

Murid 3: (Mendukung)

“Ya, Ustazah, saya juga.”

Murid : (Mendukung)

“Ya, Ustazah, kami juga.”

Guru: (Tersenyum)

“Mmhhh… rupa-rupanya murid-muridku ini kesengsem dengan LKH, ya? Ayo, kita ke Pondok Pesantren Attaqwa Putri. Mereka akan memainkan drama tentang LKH. Ayo, kita ke sana!”

Murid : (Mendukung)

“Ayoooo!!!”

Babak ke-2

(Lapangan) (Komandan. Anak buah komandan. LKH. Suami LKH. Kadet. Sultan dan anak buahnya.)

Narator membacakan sejarah Laksamana Keumalahayati. Saat narasi dibacakan, LKH, calon suami LKH (CSLKH), dan para kadet naik ke panggung. Antara LKH dan CSLKH saling pandang dan saling suka.

Narasinya adalah:

Laksamana Keumalahayati merupakan wanita pertama di dunia yang pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV. Keumalahayati berasal dari keluarga bangsawan Aceh. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.

Laksamana Keumalahayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Laksamana Keumalahayati merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan keraton. Ayah dan kakeknya pernah menjadi laksamana angkatan laut. Jiwa bahari yang dimiliki ayah dan kakeknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang pelaut yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya tersebut.

Ketika menginjak usia remaja, Laksamana Keumalahayati mendapatkan kebebasan untuk memilih pendidikan yang diinginkannya. Ketika itu Kesultanan Aceh Darussalam memiliki Akademi Militer yang bernama Mahad Baitul Makdis, yang terdiri dari jurusan Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Setelah menempuh pendidikan agamanya di Meunasah (surau), Rangkang (balai pengajian), dan Dayah (zawiyyah/pesantren), ia ingin mengikuti karir ayahnya sebagai laksamana.Ia mendaftarkan diri dalam penerimaan taruna di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Ia diterima di akademi ini dan dapat menempuh pendidikan militernya dengan sangat baik. Bahkan, ia berprestasi dengan hasil yang sangat memuaskan. Sebagai siswa yang berprestasi, Laksamana Keumalahayati berhak memiliki jurusan yang diinginkannya. Ia memilih jurusan Angkatan Laut.

Ketika menempuh pendidikan di akademi ini ia berkenalan dengan seorang calon perwira laut yang lebih senior. Perkenalan tersebut berlanjut hingga benih-benih kasih sayang terbangun di antara mereka. Mereka berdua akhirnya bersepakat untuk saling memadu kasih dan menyatukan diri ke dalam cinta.

Para kadet saling bercengkerama. Ada yang merapikan pakaian. Ada yang duduk santai di sudut ruangan. Ada yang memandang jauh memperhatikan sesuatu. Ada yang berlatih bela diri. Tiba-tiba ada suara mengagetkan dari luar panggung. Suara berasal dari anak buah komandan (ABK).

ABK 1: (Berteriak)

“Seluruhnya..perhatiaaaan!!! Siaaaaaaaaaaap!!!! Komandan memasuki lapangan!”

Kadet berbaris. Komandan pasukan (Kopas) naik ke panggung diikuti dua anak buahnya. Ia memperhatikan para kadet satu per satu.

Kopas: “Siaaaap, grak!!! Hormaaaat, grak!!! Tegaaap, grak! Saya komandan pasukan di sini. Saya akan melatih kalian. Sebagai calon perwira angkatan laut, kalian akan latihan berbagai keterampilan dan seni. Tapi, ini bukan sekadar latihan. Latihan ini berat!!! Kalian siap???!!! Kalian siaap!!!!???”

Kadet: (Gagah)

“Siaaaap!!!”

Para kadet pun berlatih bela diri, baik dengan tangan kosong maupun dengan senjata.

Musik mengalun. Narasi dilanjutkan. Saat narasi, Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil naik ke panggung diikuti anak buahnya sambil memperhatikan para kadet berlatih. Para kadet berbaris ke arah Sultan. Sultan menepuk pundak-pundak mereka. LKH dipanggil ke depan Sultan. Sultan memberinya surat tugas. LKH menerima. Seluruh kadet bertepuk tangan. Mereka semua turun dari panggung.

Narasinya adalah:

LKH berlatih dengan serius. Akhirnya, ia pun tamat dari Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Begitu pula dengan calon suaminya.Keduanya pun melangsungkan pernikahan. Setelah menamatkan studinya di Akademi Militer Ma'had Baitul Makdis, Laksamana Keumalahayati berkonsentrasi pada dunia pergerakan dan perjuangan. Oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil,ia diangkat sebagai Komandan Protokol Istana Daarud-Dunia di Kesultanan Aceh Darussalam.

Babak ke-3

(Pantai) (Pasukan Portugis. Rakyat)

Musik keras mengalun. Pasukan Portugis (Papor) naik ke panggung. Mereka di atas kapal hendak ke pantai. Rakyat menyaksikan dari jauh. Setelah dekat, pasukan Portugis menyakiti rakyat. Rakyat turun panggung.

Papor 1: (Sombong mengejek)

“Ini kaya negara.”

Papor 2: (Teriak)

“Negara kaya!!!”

Papor 1: (Sombong mengejek)

“Kita ambil semua barang dagangan di sini. Jangan dibeli!”

Papor3: (Teriak)

“Bagaimana jika rakyat di sini melawan, Komandan?!”

Papor 1: “Yang berani melawan, hantam!!! Yang berani maju, serbu!!! Pasukan kita hebat!! Pasukan kita banyak!!! Pasukan kita kuat!!! HAHAHAHAHA…”

Seluruh Papor tertawa sambil berjalan ke luar panggung.

Babak ke-4

(Kerajaan) (LKH. Suami LKH. Pasukan. Sultan. Rakyat)

Musik keras mengalun. Rakyat berlarian naik ke panggung melalui satu sisi. Dari sisi lain, Raja, LKH, suami LKH, dan pasukan naik ke panggung. Mereka bertemu rakyat. Rakyat mengadu.

Rakyat 1: (Tergesa-gesa)

“Sultan! Sultan! Ada perampok, Sultan! Mereka adalah orang-orang Portugis, Sultan.”

Sultan : (Berwibawa)

“Perampok?? Hmm… Kerajaan kita kerajaan yang aman sentosa. Bagaimana mungkin ada perampok di sini.”

LKH: (Berwibawa)

“Tapi, Sultan. Kerajaan kita kerajaan yang makmur. Tanah menghampar subur. Banyak orang jahat yang bisa saja hendak menjajah kita.”

Sultan: (Manggut-manggut)

“Ooh, begitu!! Baiklah… Rakyatku, pulanglah kalian! Aku akan memerintahkan para prajurit untuk mengusir para perampok itu dari kerajaan kita. Keumalahayati!!!!!!”

LKH: (Diikuti suami dan pasukannya, menghadap Sultan.)

“Siap, Sultan!!!”

Sultan: (Teriak)

“Aku angkat kamu menjadi laksamana. Pimpin dua ribu prajurit untuk menggempur mereka. Hadang mereka di Teluk Haru!!! Hadang mereka di Teluk Haru!!! Hancurkan mereka!!! Musnahkan mereka!!! Lindungi rakyat!!! Lindungi rakyat!!!”

LKH: (Diikuti suami dan pasukannya, berteriak)

“Siap, Sultan!!! Prajuriiiiiit!!!!! Berangkaaaat!!!! Allahu akbar! Allaahu akbar!”

Seluruhnya turun ke panggung.

Babak ke-5

(Laut. Teluk Haru) (LKH. Suami LKH. Pasukan. Portugis.Sultan)

LKH dan pasukannya naik ke panggung dari satu sisi dan pasukan Portugis dari sisi lainnya. Mereka semua berada di atas kapal di Teluk Haru. Keduanya pun bertemu.

LKH: (Galak, berwibawa)

“Siapa kalian? Mau apa datang kemari?”

Papor 1: (Sombong mengejek)

“Kami bangsa Portugis. Kami datang mau menjajah kamu. Hahahahahaha…”

LKH: (Galak, berwibawa)

“Menjajah??!!! Berani-beraninya kalian bilang begitu!! Hadapi kamu dulu!!”

Papor 1: (Sombong mengejek)

“Melawan seorang wanita??. Hahahahahaha…Siapa tacuuuuutt…!! Serbuu!!!”

LKH: (Memberi komando, berteriak)

“Serbuuu!!! Majuuu!!!! Allahu akbar!! Allahu akbar!!!”

Musik keras mengalun. Terjadi pertempuran sengit. Seribu prajurit Aceh meninggal. Termasuk suami LKH. Seluruh pasukan Portugis mati. LKH dan pasukannya menang. Ia kembali ke pantai.

Musik sedih mengalun. Para istri menangisi kematian suaminya. Sultan naik ke panggung meninjau mereka. Sultan berusaha menenangkan mereka.

Sultan: (Bersedih)

“Aku sangat bangga dengan keberanian dan pengorbananmu, Laksamana. Apa yang dapat aku lakukan untuk mengobati kesedihanmu serta kesedihan seluruh keluarga prajuritku?”

LKH: (Sedih, gagah)

“Sultan, izinkan saya membentuk pasukan baru!!”

Sultan: (Heran)

“Pasukan?? Pasukan apa maksudmu, Laksamana?”

LKH: (Sedih, gagah)

“Saya akan menjadikan para istri pejuang ini sebagai prajurit hebat. Seribu wanita ini akan menjadi armada laut terkuat untuk menjaga rakyat dan kerajaan kita. Saya namai pasukan ini….. Laskaaaar Inoooong Baleeee.”

Allah: (Berteriak lantang, setelah itu semuanya turun panggung)

“Allahu akbar!!! Allahu akbar!!!”

Babak ke-6

(Lapangan) (LKH. Laskar Inong Balee)

Lagu Laksamana Keumalahayati karya Iwan Fals mengalun. Laskar Inong Balee berlatih di bawah komando LKH.

Babak ke-7

(Negeri Belanda) (Ratu. Cornelis de Houtman/CDH. Frederick de Houtman/FDH. Pasukan)

Mereka berdiskusi tentang hasil pertempuran di Teluk Haru.

Ratu: (Berwibawa)

“Luar biasa prajurit Aceh. Mereka berhasil menghancurkan armada Portugis yang begitu kuat. Itu berarti, prajurit Aceh lebih kuat.”

CDH: “Tapi, Ratu. Setelah berperang, pasti prajurit Aceh sudah berkurang banyak. Mereka pasti sedang kelelahan. Ini saat yang tepat bagi kita untuk menyerang. Ini waktu yang tepat bagi kita untuk menguasai kerajaan mereka yang kaya dengan rempah-rempah.”

Ratu: “Tapi…”

FDH: “Ratu, jangan ragu!!! Betul kata Cornelis. Saat ini mereka pasti kelelahan. Mereka pasti sedang terluka dan berduka. Ini saatnya kita menyerang mereka.”

Ratu: “Baiklah kalau begitu. Siapkan pasukan! Kalian pimpin angkatan laut kita untuk menyerbu Kerajaan Aceh>”

F/CDH: “Baik, Ratu!!!” (Semua turun panggung)

Babak ke-8

(Kerajaan Aceh) (Sultan. Laskar Inong Balee. Rakyat)

Raja dan Laskar Inong Balee naik panggung lalu duduk. Sultan menanyakan hasil latihan prajurit Laskar Inong Balee. LKH menjelaskan latihannya. Tiba-tiba, beberapa rakyat naik ke panggung.

Rakyat: (Tergesa-gesa)

“Sultan, Sultan!!”

Sultan: “Ada apa, rakyatku?”

Rakyat: “Sultan, saya melihat banyak iring-iringan kapal menuju ke mari. Saya tidak kenal bendera mereka.”

Sultan: “Apa warna bendera mereka?”

Rakyat: “Merah, putih, dan biru, Sultan.”

Sultan: “Laksamana! Tahukah kamu, bendera kerajaan manakah itu?”

LKH: “Sultan, itu bendera Belanda. Rupanya mereka berniat tidak baik. Mereka sama seperti penjajah lainnya. Mereka ingin menguasai kerajaan kita. Mereka menganggap kita telah lemah karena baru saja berperang. Karena itulah mereka hendak menyerbu kita.”

Sultan: “Lalu, apa yang akan kita lakukan, Laksamana? Apakah prajuritmu sudah siap?”

LKH: “(Gagah, berwibawa)

“Inilah saatnya kita mempertahankan kerajaan kita. Sekarang saatnya, kita harus bahu-membahu membela wilayah kita dari penjajahan bangsa asing. Laskar Inong Balee siap menjadi barisan terdepan untuk menggempur mereka. Kami siap, Sultan!!!”

Sultan: (Berdiri, gagah, berwibawa)

“Baiklah… Wahai rakyatku yang aku cintai dan aku banggakan. Sekarang saatnya kita buktikan kepada dunia, bahwa kita bangsa pantang penjajahan. Kita akan berjuang habis-habisan. Kita babat musuh yang berani berlabuh. Kita hancur-leburkan musuh yang berani berbuat rusuh!!! Allahu akbar!! Allahu akbar!!!”

Babak ke-9

(Laut Aceh) (Seluruh pemain)

Raja, Laskar Inong Balee, rakyat, dan LKH naik panggung dari satu sisi. Pasukan Belanda naik dari sisi lainnya. Mereka bertemu di tengah.

CDH: (Senyum mengejek)

“Engkaukah yang bernama Laksamana Keumalahati? Wanita perkasa, pahlawan kebanggaan bangsa. Namamu terkenal di seantero Eropa. Kawan-kawan segan mendengar namamu. Musuh-musuh lari terbirit-birit mendengar namamu. Kali ini kita bertemu. Sungguh naas nasibmu. Sekarang adalah hari terakhirmu, Laksamana!!!”

LKH: (Gagah, berwibawa)

“Siapa kamu?”

CDH: “Aku Cornelis de Houtman. Ini saudaraku, Frederick de Houtman. Kami utusan dari Kerajaan Belanda. Menyerahlah, Laksamana!!! Kalau kalian mau menyerah, kami tidak akan membunuh kalian. Hahahaha….!!!”

LKH: “Menyerah? Menyerah kamu bilang? Biarpun langit runtuh! Biarpun bumi bergemuruh! Tak sudi kami menyerah pada musuh!! Apalagi pada penjajah seperti kamu!!! Kami tidak takut! Kami tidak gentar!”

Kedua pasukan pun bertempur. Hampir seluruh pasukan dari kedua belah pihak terluka. LKH juga terluka kena pistol. Ia berusaha bangkit. Musik sedih mengalun. Ketika CDH dan FDH hendak membunuh LKH dengan pedang, LKH bangkit dan berhasil membunuh CDH. Sementara itu, CDH berhasil ditangkap oleh Sultan.

LKH bangkit sambil tertatih-tatih. Dipandanginya mayat pasukannya yang terhampar. Hatinya pilu dan sangat sedih. Air mata sedih dan marahnya bercampur jadi satu. Lagu sedih instrumentalia kematian pahlawan mengalun.

Untuk menutup, narasi dimulai, yaitu:

Pada hari itu, tanggal 21 Juni 1599, Laksamana Keumalahayati memimpin Laskar Inong Balee dan menghancurkan pasukan Belanda di bawah komando Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman. Kesultanan Aceh Darussalam pun selamat dari penjajahan. Pada masa-masa berikutnya, Laskar Inong Balee di bawah kepemimpinan Laksamana Keumalahayati berhasil pula mengusir bangsa Spanyol yang juga hendak datang menjajah.

Hadirin yang kami muliakan. Demikianlah pertunjukkan drama dari kami, warga kelas II Aliyah, Pondok Pesantren Attaqwa Putri, Ujung Harapan, Bahagia, Bekasi. Dengan para pemain, menampilkan:

…sebagai Laksamana Keumalahayati.

…sebagai Sultan

…sebagaiKomandan Pasukan Portugis

…sebagaiCornelis de Houtman

…sebagaiFrederick de Houtman

…sebagaiRatu Belanda

…sebagaiSuami Laksamana

…sebagaiRakyat

…sebagaiLaskar Inong Balee

…sebagaiPasukan Portugis

…sebagaiPasukan Belanda

…sebagaiGuru

…sebagaiMurid

…sebagai…

Ditulis oleh Nurul Amin Mu’thi di Bogor, 9 Februari 2012.

Malahayati
Lirik: Endang Moerdopo
Lagu: Iwan Fals



Ketika semua tangan terpaku didagu
Ragu untuk memulai segala yang baru
Lirih terdengar suara ibu
Memanggil jiwa untuk maju

Dari tanahmu hei Aceh
Lahir perempuan perkasa
Bukan hanya untuk dikenang
Tapi dia panglima laksamana jaya
Memanggil kembali untuk berjuang

Dia Perempuan Keumala
Alam semesta restui
Lahir jaya berjiwa baja
Laksamana Malahayati
Perempuan ksatria negeri

Tinggal kubur kini hening sepi menanti
Langkah langkah baru tunas pengganti
Hei Inong Nanggroe bangkitlah berdiri
Ditanganmu kini jiwa anak negeri

Dia Perempuan Keumala
Alam semesta restui
Lahir jaya berjiwa baja
Laksamana Malahayati
Perempuan ksatria negeri






BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline