PENGARUH ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN AKUNTANSI
Sebelum berdirinya pemerintahan islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar, yaitu bangsa Romawi dan bangsa Persia. Perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman pada musim dingin dan Syam pada musim panas. Pada saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan barang dagangan oleh para pedagang sejak mulai berdagang sampai pulang kembali (Adnan dan Labatjo, 2006). Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada perintah Allah melalui Al-Quran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Al-Baqarah: 282) dan untuk membayar zakat (Al-Baqarah: 110, 117).
Perintah Allah untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi. Adapun perintah Allah untuk membayar zakat telah mendorong umat islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan konsekuensi logis dari ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari aset yang dimilikinya yang telah memenuhi kriteria nisab dan haul.
PRAKTIK AKUNTANSI PADA MASA PEMERINTAH ISLAM
Kewajiban zakat berdampak pada didirikannya institusi Baitulmaal oleh Nabi Muhammad SAW yang berfungsi sebagai lembaga penyimpanan zakat beserta pendapatan lain yang diterima oleh Negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh Negara langsung didistribusikan setelah harta tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluaran Baitulmaal, hal sama berlanjut pada masa Abu Bakar As-Shiddiq. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab terjadi peningkatan penerimaan Negara secara signifikan.
Dengan demikian, kekayaan Negara yang disimpan di Baitulmaal juga semakin besar. Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran Negara dan Khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus yang bernama Diwan yang bertugas membuat laporan keuangan Baitulmaal sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah atas dana Baitumaal yang menjadi tanggung jawabnya (Zaid, 2001). Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah.
PACIOLI DAN PERADABAN ISLAM
Pada tahun 1494, seorang berkebangsaan Italia bernama Luca Pacioli, menerbitkan buku dengan judul Summa de Arithmatica Geometria, Proportioni et Proportionalita (segala sesuatu tentang Aritmatika, Geometrika, dan Proporsi). Salah satu bab di dalamnya membahas tentang pembukuan yang menekankan pada sistem pencatatan yang terjadi di Venice lebih dari 200 tahun sebelumnya dan masih digunakan pada masa itu, dan dikenal dengan nama metode Venice (Adnan dan Labatjo, 2006).
Melalui buku tersebut, Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang menggagas sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping), sebuah sistem baru dan dianggap sebagai revolusi dalam bidang ekonomi dan bisnis. Henderiksen (2000), menyatakan bahwa jurnal yang dibuat oleh Pacioli sudah mirip dengan yang digunakan sekarang. Debit dicatat di sebelah kiri (deve dare atau debere) dan kredit di sebelah kanan (deve avare atau creed). Dalam berbagai literatur, Pacioli dikenal dengan "Bapak Akuntansi".
Adnan dan Labatjo (2006) menyatakan bahwa buku Pacioli menimbulkan banyak pertentangan di kalangan peneliti yang meneliti tentang sejarah akuntansi, Have (1976) dalam Zaid (2001) beranggapan bahwa perkembangan akuntansi sebagaimana dituliskan oleh Pacioli tidaklah terjadi di Repulik Italia kuno. Faktanya Italia mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai pada mereka dari bangsa lain. Zaid (2001) dan Belkaoui (2000) menyatakan bahwa Pacioli bukanlah penemu double entry book keeping, melainkan hanya menjelaskan apa yang telah dipraktikkan pada masa itu.