Lihat ke Halaman Asli

Kalibrasi

Diperbarui: 14 Desember 2024   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kereta, diambil tanggal 30 mei 2024

kereta itu berhenti distasiun tujuan hati. 

Hai, perkenalkan ini Abi. usianya 22 tahun, ia dari Yogya. Pertemuan kita seperti suatu berkah dari harapan yang lama dilangitkan pada Tuhan. Sejak kita berpapasan di suatu lorong-lorong tempat buku disusun, sebetulnya tidak ada yang begitu istimewa dari pertemuan itu. Langit hari itu cerah berawan, saat aku mulai pergi menuju tempat yang tidak disangka-sangka akan bertemu Abi. tapi cuaca berubah, setelah pertemuan itu hujan deras tiba. Padahal jam kunjungan sudah habis, dan tempat itu sudah akan tutup. Bingung aku dibuatnya. Alih-alih reda, hujan itu justru semakin deras. Terlihat seorang pria berjalan pelan dibawah derasnya hujan itu, terlihat wajahnya sesekali tersenyum dan tampak seperti sangat menikmati air yang Tuhan turunkan ke bumi saat itu. sedangkan, aku ditepian koridor sangat khawatir dengan hujan yang bisa membuatku basah kapan saja.

Dia Abi. Sebelum ku tahu banyak hal tentangnya, anggapanku dia hanya seorang manusia langka yang Tuhan biarkan aku berpapasan dengannya. Sebelum ku sering bertanya-tanya mengapa Tuhan memperpanjang masa temu kita. Dari hari hujan itu, Abi tidak pernah muncul dimanapun, sampai suatu ketika dia datang dengan buku yang kucari. katanya, "cari buku ini mbak?" saat itu, aku setengah terkejut, wajahnya tidak asing diingatan ku. lantas ku jawab dia dengan suara pelan, "iya mas, itu bukunya... mmm?" belum rampung ku selesaikan kalimatku dia sudah kembali berkata, "iya ini mbak, bawa saja sudah selesai saya baca. tapi bukunya kurang bagus mbak, agak membosankan. tapi ada yang menarik disitu." kali ini aku hanya mengangguk.

"bukan bukunya yang aku cari, aku tahu itu membosankan, ceritanya kurang menarik bahkan aku ketiduran saat baca halaman konflik dari cerita itu. aku cuman cari selipan puisiku yang tidak sengaja tertinggal" gumam dalam hati. "Abi, biasanya orang panggil saya Abi, asal Yogya terus,.." Dia langsung menyebut namanya, lalu menunjukku, memberi kesempatan untuk aku memperkenalkan diri. Tapi aku tidak yakin ini akan jadi pertemuan yang sering dan harus saling berkenalan dan mengingat nama masing-masing. "puja, saya puja" timpalku singkat. 

"okay mbak puja, puja saja atau ada lengkapnya?" dia bertanya sambil melihat jam ditangannya sebelum dia pamit meninggalkan obrolan yang tidak selesai.

"mbak, besok saya kesini lagi, kalau Tuhan izinkan bertemu nanti ada yang mau saya tanyakan" sontak aku ingat kematian bisa datang kapan saja saat Abi bilang kalau Tuhan izinkan, iya memang semua aktivitas ini berlisensi Izin dari yang maha kuasa. Jujur kata-katanya membuatku terganggu, seharian itu aku memikirkannya.

Esoknya aku sudah duduk disudut baca ruang itu, sebenarnya tidak ada harapan untuk bertemu Abi, tapi aku selalu ingat kata-kata terakhir abi sebelum dia pergi. Pikiranku semakin ribut saat menyadari Abi tidak datang hari ini. Rasa aneh dan sedikit tidak tenang.

continued...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline