3 Jurus Menolak Stigma Sosial
(Nurul Jubaedah,S.Ag.,S.Pd.,M.Ag Guru SKI di MTsN 2 Garut)
Stigma sosial merupakan pandangan buruk terhadap seseorang sehingga keberadaannya ditolak di lingkungan di mana ia berada karena namanya sudah tercemar. Atau pengingkaran terhadap keberadaan seseorang atau sekelompok orang yang disebabkan oleh perilaku tercela dan diprediksi akan merugikan wilayah tersebut hal ini dinamakan stigma sosial.
Ketika seseorang diasingkan oleh masyarakat di mana ia berada, maka orang itu mengalami penderitaan secara mental. Cap jelek yang sudah menempel padanya akan menjadi stempel yang berujung pengucilan atau isolasi sosial.
Ada 3 proses stigma, yaitu interpretasi, pendefinisian, dan diskriminasi. Ilustasi stigma, setiap orang mempunyai pandangannya masing-masing terhadap orang lain atau suatu hal. Stereotype (penjulukan) merupakan cara pandang dan penilaian seseorang terhadap penampilan atau latar belakang mengenai seseorang.
3 Jurus Menolak Stigma Sosial:
1. Tutup Mata Tutup Telinga
Di samping terus memperbaiki diri, menunjukkan perilaku baik menuju sebuah perubahan ke arah yang lebih baik maka jangan pernah peduli suara sumbang dari lingkungan di mana kita tinggal. Cukup dengan beberapa pembuktian dan niatkan untuk dan demi diri sendiri dan masa depan bukan untuk orang lain, cukuplah Tuhan yang menjadi cctv.
Tidak perlu membenci apalagi dendam terhadap mereka yang bersikap sinis dan sentimen karena tidak ada manusia yang sempurna. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat...." (Q.S. an-Nr : 19)
Hijrahlah ke lingkungan yang lebih baik, pilihlah teman yang selalu memberikan pengaruh positif, memberikan dukungan, mengoreksi dan memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang kita miliki bukan sekedar gemar mengkritik apalgi menjatuhkan. Lingkungan toxic tidak layak kita tempati, kita memiliki hak penuh untuk bahagia dan hidup merdeka dari segala tekanan dan penderitaan.
Tidak ada manusia yang suci tanpa aib. Manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mereka yang saling merendahkan sesama seharusnya belajar introspeksi dan menghisab diri mereka sendiri untuk memperbaikinya. Umar bin Khattab menegaskan, "Hisablah dirimu sebelum diri kamu dihisab, dan timbanglah amal perbuatanmu sebelum pembuatanmu ditimbang." Ali Bin Abi Thallib berpesan, "Jika ada kata-kata yang melukai hati, menunduklah dan biarkan ia melewatimu. (jangan dimasukkan hati agar tidak lelah hatimu).