Masyarakat Indonesia pada umumnya adalah orang yang sangat peduli dengan kejadian yang sedang terjadi namun begitu mudah melupakan kejadian sebelumnya. Mungkin karena sifat permisif yang sangat besar dimilikinya sehingga dimanfaatkan oleh orang yang mempunyai tujuan mengulangi perbuatan-perbuatan yang sebenarnya sangat merugikan.
Menyabotase instalasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Membuat keonaran dengan menyebarkan pamflet, memasang baliho, menyebarkan hoax, adalah bentuk-bentuk intimidasi ke masyarakat agar terpengaruh sehingga terjadinya chaos.
Sebut saja teroris mereka orang yang selalu menebarkan teror dan ketakutan di masyarakat. Tindakkan radikalisme yang terjadi di Indonesia, menurut hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal kesimpulannya ada sekitar 0,4 %, data ini dihitung berdasarkan populasi penduduk dewasa sekitar 150 juta jiwa. Kemudian tingkat kerawanan terpapar radikalisme memiliki prosentasi 7,1 %, dan sekitar 11,4 juta jiwa bisa melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan.
Jika dihitung mundur sudah 19 tahun teror bom bunuh diri terjadi di Indonesia. Peristiwa bom bunuh diri di Legian, Kuta Bali. Dan setelah itu hampir tidak berhenti rangkaian bom yang menumbalkan nyawa diri sendiri. Dan yang terkahir hampir berangkaian adalah bom bunuh diri di depan gerbang gereja Katedral Makasar, Sulawesi Selatan (Minggu, 28 Maret 20210). Selang tiga hari publik seolah dihentakkan kembali oleh penyerangan Mabes polri oleh seorang berkerudung.
Doktrinasi yang masif dan tersembunyi, jauh dari lacakan lembaga anti teror di Indonesia membuat kumpulan yang mengatasnamakan Jamaah, front, atau bahkan berafiliasi denganISIS bebas merekrut anggota-anggotanya. Perekrutan yang telah dibaiat mempunyai fanatisme yang kuat sehingga bebas diarahkan seperti busur.
Fanatisme
Dari bulan Maret 2020 Densus 88 telah menangkap 4 anggota teroris di Subah, Batang Jawa Tengah dan seorang lagi di tembak hingga mati. Setelah kejadian itu seolah tidak berhenti penangkapan teroris, bulan April 2020 4 orang di tangkap di Muna Sulawesi Tenggara.
Setelah Bulan April tercatat ada lebih dari sepuluhan orang yang tertangkap hingga bulan Maret 2021. Penangkapan-penangkapan orang yang terindikasi oleh Densus 88 hingga saat ini ternyata belum membuat para simpatisan kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara berbentuk ideologi lain di Indonesia menjadi kendor.
Bahkan jika menengok jauh lagi ke bulan Maret tahun 1981 sudah ada teror dengan membajak pesawat Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan. Pelakunya berjumlah 5 orang. Setelah itu ada terror yang meledakkan bom di candi Borobudur dan lagi-lagi pelakunya mengaku sebagai tindakan jihad.
Sudah begitu panjangnya rentetan terorisme di Indonesia yang tentu saja semakin hari semakin canggih motifnya. Karena tidak hanya melibatkan SDM saja namun juga melibatkan teknologi. Dan tentunya yang tidak pernah hilang dari mereka adalah organisasi yang solid dan sangat fanatik. Mungkin kefanatikan mereka hanya bisa dikalahkan oleh para anggota elit tentara Indonesia.
Menutup Kran Terororisme