Gaya atau style bisa merujuk pada ciri seseorang. Gaya yang merupakan ciri khas itu akan selalu melekat pada diri orang yang mempunyainya. Sehingga ketika ciri yang dimilikinya terlepas pada hasil karyanya atau pun pada tingkah lakunya orang-orang akan menjadi heran bahkan asing. Namun ketika gaya itu selalu dikenakannya maka dengan mudah orang-orang akan mengenalinya meskipun tidak ada orangnya.
Misalnya dalam karaya sastra kita mengenal LInus suryadi dan Umar Khayam. Saat orang membaca karya Linus Suryadi "Pengakuan Pariyem" yang berbicara tentang orang Jawa maka orang akan sangat tahu memang itu ciri khasnya Linus. Atau ketika Umar khayam berbicara tentang orang Jawa gayanya juga akan berbeda dalam mengungkapkan nilai ke-Jawa-annya. Bahkan antara Umar kayam dan Linus bisa dikatakan mempunyai ciri yang sangat kuat pada diri masing-masing.
Demikian juga dengan gaya Tri Rismaharini (Bu Risma) yang suka meledak-ledak kalau berbicara ciri khas orang Jawa Timuran tanpa tedeng aling-aling. Namun semua orang juga tahu jika sikapnya yang suka meledak-ledak hampir sama dengan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) ada kejujuran dan kelembutan yang sangat dicari padanannya.
Hal itu dibuktikan ketika masih sebagai Kadinas DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) kota Surabaya. Kariernya yang sangat baik hingga terpilih menjadi wali kota Surabaya tahun 2010. Dari tangan dinginnya Surabaya pun menjadi kota yang banyak mendapat penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Bukan hanya itu saja yang paling fenomenal mungkin penutupan lokalisai Dolly yang sudah ada sejak tahun 1967-an.
Cara kerjanya yang tidak betah diam dalam kantor yang inginnya selalu melihat kinerja eselon hingga pegawai paling bawah menjadikan dirinya sangat tahu kemampuan bawahannya dan mengetahui ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan tugas. Namun ketika pola kerja yang sudah yahud itu dibawa ke cakupan lebih luas dalam wialayah kementrian. Banyak yang memberikan tanggapan tentu saja tidak setuju meskipun lebih banyak yang mendukung.
Ketika gaya seseorang dalam melaksanakan aktivitas harus dihadapkan dengan protokoler kedudukan di pemerintahan yang kaku, sisi-sisi kemanusiaan kadang-kadang hilang bahkan menguap. Kenyataan ini sangat banyak dijumpai pada pejabat-pejabat yang merasa privasi sebagai pejabat lebih dominan daripada kenyataan jika jabatan hanyalah amanah yang harus digunakan untuk mengangkat harkat orang yang tengah dirundung malang.
Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku (KBBI Online), sehingga sekuat apapun keinginan orang lain agar Bu Risma mengubah gayanya agar tidak membawa-bawa perilakunya ketika masih menjabat Kadinas hingga Walikota Surabaya ke ranah menteri rasanya akan sangat sulit mengubah gaya Bu Risma.
Ada idiom yang berlaku kalu watak itu tidak bisa diobati lain halnya dengan watuk (batuk). Kalau watuk bisa saja diobati kemudian dalam waktu yang tidak lama bisa sembuh. Kalau mengubah watak tidak akan semudah ketika orang mengobati watuk. Bahkan watak itu akan tetap melekat sampai hayatnya, kalaupun banyak kalangan yang mengharapkan Bu Risma lebih baik lagi untuk menggantikan posisi Julianis yang tersandung masalah dengan mendandani kementrian sosial yang sudah terlanjur mendapat stigma jelek.
Baru satu bulan Bu Risma menjadi menteri Sosial namun langkahnya yang luwes, cerdas, dan berani elektabilitasnya mengungguli Anies Baswedan (AB) gubernur DKI. Mungkin hal itulah kalangan oposisi yang menjagokan AB sebagai gubernur untuk masa jabatan keduanya kalau memnungkinkan untuk presiden 2024 menjadi ketir-ketir sehingga seluruh pesaing yang akan mungkin muncul digoyang terlebih dahulu kalau bisa dijatuhkan ditengah jalan.
Hanya watak kuat saja yang akan selamat sampai tujuan, tinggal sekarang bagaimana PDIP dan Jokowi pandai-pandai memerankan Bu Risma sebagai menteri agar tidak menjadi pusat perhatian lawan-lawan politiknya. Karena jika menengok sejarah, pastilah setiap orang yang memperhatikan sepak terjang Ahok yang kala itu menjabat gubernur DKI menggantikan Jokowi yang menjadi presiden RI hampir setiap waktu mendapat kritikan yang sangat kuat.
Hingga akhirnya dari slip tongue dari ahok, pihak opisisi bisa memanfaatkan celah yang hanya selobang jarum menjadi lobang yang menganga. Meskipun sekarang pihak-pihak yang dahulu sangat vokal dalam posisi bersebarangan dengan Ahok telah sangat berkurang namun jikalau Bu Risma sekali saja melakukan blunder maka tidak ada ampun pihak yang dahulu bisa menurunkan Ahok bisa saja muncul meski dengan baju lain.