Lihat ke Halaman Asli

dodo si pahing

semoga rindumu masih untukku.

Hidup Tanpa WA, Ah... Biasa Saja

Diperbarui: 14 Januari 2021   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : tekno.kompas.com

Perkembangan TI (teknologi informasi) sungguh sangat cepat. Seperti baru kemarin rasanya mengenal telepon genggam dengan layanan SMS (Short Message service) dengan jumlah karakter yang dibatasi 160 kata pada tahun 1992. Hingga pada tahun sedikit demi sedikit pengguna SMS yang berbasis GSM (Global System for Mobile) beralih ke aplikasi WA (WhatssApp) sejak tahun 2010.

Delapan belas tahun begitu singkatnya SMS menguasai teknologi informasi bahkan mengalahkan E-mail atau sejenisnya untuk berhubungan dengan orang lain. Meskipun dalam tiap pengiriman tiap satu SMS akan dikenai biaya dalam hitungan mata uang masing-masing Negara, bahkan satu jasa penyedia sambungan telepon juga berbeda.

Ketika WA muncul dengan iming-iming tanpa dikenai biaya perkirim pesan, bahkan tidak dikenakan biaya tiap lama panggilan maka sedikit demi sedikit orang-orang pun berpindah ke aplikasi ini. Dan jelas yang terjadi pada SMS adalah, ditinggalkan oleh penggunanya. Begitulah orang akan selalu mencari teknologi baru namun juga yang lebih murah. Namun lebih banyak menawarkan kemudahan-kemudahan semisal audio, video, dan spek lainnya.

Pengambil-alihan WA oleh Facebook sebenarnya banyak yang menganggapnya sebagai hal yang kurang baik bahkan cenderung hanya ingin menguasai pasar jejaring sosial. Karena selain Facebook sudah diikuti oleh hampir tiga perempat makhluk di atas bumi, FB juga sudah memiliki Massenger yang sistemnya hampir sama dengan WA.

Dan ketika WA benar-benar diakuisisi oleh Mark Zuckerberg tahun 2011 bisa dipastikan entah kapan layanan media yang di berada di jejaringnya akan disatukan dalam satu konesksi. Misalnya ketika seseorang memiliki Facebook bisa terkoneksi ke Instagram atau Massengers. Dan sekarang setiap orang yang mempunyai aplikasi WA akan diberi angket tentang data pribadinya yang tercantum di WA untuk dikoneksikan dengan jejaring yang dikelola oleh Zuckerberg.

Pemakai WA boleh saja khawatir dengan pilihan yang diberikan oleh Zuckerberg dengan alasan jikalau data diri, email, telepon, bahkan mungkin nomor bank kemudian terkoneksi dengan aplikasi jejaring sosial lainnya maka tidak ada lagi kerahasiaan. Karena orang memilih WA karena end to end yang ditawarkan pada tiap pelanggannya, alias setiap data pembicaraan atau video yang diberikan pada kawan akan menjadi milik pembuat selama belum dihapus.

Menengok kerahasiaan data tiap pemakai pengguna akan sangat sumir. Karena setiap membuka aplikasi paling tidak harus menyertakan e-mail, kemudian NIK, nomor telepon. Padahal setiap membuka e-mail saja pasti juga sudah diminta oleh pelayan jasa internet untuk menuliskan alamat, dan nomor telepon. Lantas dimanakah letak kerahasiaan pemakai jasa aplikasi?

Tentunya pihak WA atau pun Facebook pasti akan menjaga kerahasiaan tiap orang yang menggunakannya. Permasalahan pembocoran data pribadi pelanggan bersifat kriminal karena memang ada orang yang iseng untuk membukanya. Karena tidak sedikit di dunia maya orang-orang yang mempunyai keterampilan untuk membuka akun-akun orang yang memang mempunyai daya jual untuk dibuka. Bisa juga pembukaan segala media internet diperbolehkan karena adanya perintah dari hukum. Nah kan, dari sini saja sudah jelas kalau memang tidak ada yang sifatnya sangat rahasia kalau sudah menggunakan internet.

Kalau begitu orang yang tidak mempunyai daya jual tidak perlu khawatir datanya akan terbuka? Mungkin ada kekhawatiran namun tidak usah berlebihan, paling-paling hanya chating yang nyasar-nyasar sedikit ke-negatif atau sedikit seronok. Lain halnya kalau pengguna aplikasi WA memang sering berkirim foto atau video syur patut dag dig dug.

Kesalahan-kesalahan diri sendiri itulah yang membuat rasa khawatir yang  berlebihan, sehingga banyak orang yang berduyun-duyun membuka aplikasi lain yang menawarkan fitur sama dengan WA namun lebih menjaga kerahasiaan. Kenyataan ini memang merupakan fenomena yang tidak aneh bagi pemakai jasa jejaring sosial. Sebagaimana dahulu orang yang menggunakan radio frekwensi untuk berkomunikasi kemudian ada telepon genggam yang di dalamnya ada SMS.

Setelah itu orang berduyun-duyun menggunakan WA, dan sekarang orang sudah banyak yang melirik ke Telegram. Apakah WA akan senasib dengan SMS atau Massenger yang memang ada tetapi jarang digunakan? Bisa saja terjadi. Namun ketika akan memilih aplikasi untuk jejaring sosial pastinya akan dipilih yang tidak berafiliasi dengan jejaring lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline