Lihat ke Halaman Asli

dodo si pahing

semoga rindumu masih untukku.

City Bermain dengan Setengah Tika Tiki Sudah Menang, Bagaimana Kalau Penuh?

Diperbarui: 20 Desember 2020   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

inews.id

Manchester City tanpa dilatih oleh Joseph 'Pep' Guardiola bisakah menjadi tim unggulan di liga Inggris. Bahkan menjadi kampiun  sebelum direbut oleh Liverpool pada musim liga tahun 2019/2020. Ataukah hanya akan menjadi tetangga yang bising dari Manchester United sebelum diambil oleh Sheikh Mansour Bin Zayed Al-Nahyan dari Abu Dhabi. Nyatanya antara kepemilikan klub dengan modal yang besar dapat mengubah segala yang tidak mungkin menjadi mungkin.

City dari klub sepak bola yang hanya berjuang untuk tidak terdegrasi sejak dimiliki oleh taipan kaya itu selalu menempati the big five. Mengalahkan dominasi United yang lebih sukses. Kehadiran pelatih yang jenius semacam Guardiola akan menjamin keuangan pemilik modal Sheikh Mansour pun akan cepat kembali modal. Paling tidak akan menarik investor untuk datang.

Sementara itu Southampton bukanlah tim kaya seperti City maupun United, namun pada tahun ini seolah publik tercengang paling tidak hingga pekan ke tiga belas atas raihan tim yang dipoles oleh Ralph Husenhuttl yang berkebangsaan Austria dengan menempati posisi ke tiga di bawah Tottenham Hotspur. Sedangkan Posisi Manchester City sendiri masih pada posisi ke-5.

Sheikh Mansour sebagai pemegang saham tertinggi pada klub City rupanaya sangat kesengsem dengan gaya permainan tiki-taka  bahasa spanyolnya tiqui-taca, yang berarti permainan dengan penguasaan bola yang lebih lama dengan melakukan umpan-umpan pendek dan pergerakan yang dinamis pemain yang sangat dinamis saat menguasai bola maupun tanpa bola. Dan bolehlah dibilang dengan bermain cantik.

Namun ketika pola bermain yang sudah dipahami maka sedikit banyak lawan tanding pun sudah mengetahui alur apa yang dipakai untuk menghentikannya.  Ralph Husenhuttl sangat paham itu, sebagai orang yang dilahirkan berdekatan dengan Negara Jerman yang mempunyai filosofi bola hampir sama dengan Inggris mengandalkan kekuatan fisik maka pergerakan rancak tiap lini bisa dimanfaatkan untuk meredam tiki-taka ala Guardiola.

Tentunya penikmat sepak bola lebih menyukai permainan yang cantik dan memenangi pertandingan. Meskipun kalah, tim yang sudah bermain cantik akan tetap dipandang sebagai tim yang menyenangkan karena sudah memberikan hiburan. Dan bagaimana dengan tim yang menang dan hanya mengandalkan power dan bukan bermain cantik? Jelas tim itu akan diingat sebagai tim yang mengalahakan tim yang bermain canti sekelas city.

Sejak kemunculan Guardiola di klub Barcelona hingga berlabuh di Manchester City pecinta sepak bola seolah dimanjakan dengan satu dua pemain yang bermain cantik, dan sangat terlihat jika tim itu tidak egois akan selalu mencari teman yang kosong dan lebih memungkinkan untuk mencentak gol. Masalah terbesar permainan tika-tika akan selalu membutuhkan pemain tengah sebegai jenderal lapangan yang bisa membuka serangan. Dan seorang jenius sebegai pemain penyerang untuk menciptkan gol.

Kali ini City harus lebih berupaya keras untuk memainkan dengan gayanya karena Sterling yang diaharapkan bisa bermain ganas sebagaimana Sergio Aquero selalu saja masih bisa ditutup pergerakannya oleh pemain belakang Southampton. 

Meskipun pada menit ke-16 Sterling bisa mencetak gol dari umpan tarik dari sayap kiri lapangan Southampton. Sedangkan Kevin De Bruyne yang diharapkan bisa sebagai tandem sterling tidak selincah kala pemain semacam Jesus lagi fit. Pergerakan yang dinamis sebagaimana ciri khas tim Spanyol kala menjadi juara dunia pada tahun 2010 sangat menguras tenaga. Sehingga tidak heran pada pertandingan kala menghadapi Southampton City masih belum stabil bermain dengan gaya aslinya.

Ketika menghadapi tim bergaya ortodoks seprti Southampton ini, city hanya bermain sebagaimana tim-tim lainnya tidak ada keistimewaan karena modal untuk memainkan gaya yang diharapkan Guardiola membutuhkan minimal pemain yang mempunyai skil tinggi baik pelapis maupun tim inti.  Dan pemain yang menjadi pelapis tidak sama baiknya maka seperti orang naik bus kelas presiden tetiba harus berpidah ke kelas ekonomi.

Pemain Southampton bukannya tidak tahu jika pemain city tanpa Aquero ibarat Barcelona tenpa Messi sangat tidak berbahaya. Namun kala bermain hanya mengandalkan Theo Walcott  untuk membuka serangan tanpa ada dukungan finisher  bukanlah serangan untuk membuat gol, namun hanya memberi kesempatan pada City untuk bisa membangun serangan balik yang lebih berbahaya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline