Dari ruang tamu dipandanginya halaman yang masih basah karena hujan. Ingin rasanya ia sentuh butir-butir air yang melekat di bunga-bunga anggrek. Diusapnya hingga bersih tidak ada lagi air yang ada dibunganya, mengkilap daunnya. Hingga potnya pun tidak lupa akan bersih dari kotoran tanah basah. Rasanya ingin juga dirinya menata lagi tanaman adenium, sensivera, yang tampak menjadi liar. Banyak hal yang ingin dilakukan di luar sana. Sangat banyak.
Air matanya saja yang menetes di pipinya yang tipis, bibirnya terkatup diam. Pikirannya masih sangat kuat ingin bermain di tanam depan rumah. Sebagaimana dulu, setiap sore sambil meyirami bunga ia basahi dirinya. Setiap ditanya ibunya mengapa ia basah, dijawabnya ia ingin juga segar seperti tanaman yang baru saja disiramnya. Kemudian seperti biasanya ibunya akan memarahinya, dan lekas menyuruh dirinya untuk mandi. Namun besoknya akan diulang lagi, setelah menyiram bunga anggrek, sensivera, dan adenium, dirinya akan berbasahan , lagi-lagi ibunya akan memarahinya.
Pada suatu sore yang mendung hampir hujan, dirinya masih saja bermain dengan air. Menyiramkannya ke atas, ke bawah, tanah pun menjadi becek. Karena dalam pikirnya semua tanaman yang disiramnya seolah tertawa senang. Terutaman anggrek bulan yang sedang mengembang dengan warna kuning emasnya, seolah menarik tangannya untuk menari-nari, berbasah-basahan. Bunga-bunga lainnya seperti menjadi musik yang rancak. Dirinya pun larut dalam kemeriahan itu. Sementara itu lamat-lamat ia dengar ibunya berteriak dari teras rumah. Ia tidak perduli karena bunga-bunga itu sangat bergembira sore ini.
Hingga pada dalam batas sadarnya ia hanya tahu ibunya sudah berlari ke arahnya. Dan musik dari bunga-bunga seketika hilang. Mendung yang kian hitam dan angin entah datang dari mana sangat kuat menerbangkan apa saja, mematahkan dahan kering merobohkan pohon yang sudah tua. Dirinya yang terkejut berhenti menari dengan air yang masih mengalir dari selang di tangannya, hanya tahu tiba-tiba semua gelap. Sayup ia mendengar ibunya tidak berteriak namun melolong dengan tangisnya yang sangat kuat. Mengalahkan angin yang tiba-tiba pergi. Hanya itu yang ia ingat.
Kini dengan air mata yang masih di pipi ingin sekali bermain dengan air, meski hujan baru saja turun. Dan ibunya dari belakang tahu kalau anak gadisnya sangat ingin bermain dengan bunga-bunganya. Ia tolehkan wajahnya ke ibunya, kemudian ibunya yang sudah tahu apa yang ada pada benak anaknya segera ia dorong kursi rodanya ke teras rumah.
Saat di dorong ke teras itu serasa waktu berjalan ke waktu lampau, setelah semua gelap ia hanya tahu dirinya sudah berada di rumah sakit. Kata dokter untuk sementara waktu dirinya harus menggunakan kursi roda karena kakinya tidak mampu untuk digerakkan. Ia hanya bisa pasrah paling tidak kata dokter hanya sementara waktu yang berarti suatu saat ia bisa berjalan kembali. Entah kalau kata dokter itu hanya untuk menyenangkan dirinya semata.
Sore ini seperti sore sebelumya, dirinya selalu ingin berada di depan rumah menyaksikan tetanaman bunga yang sempat menari bersamanya di sirami ibunya. Ya kini ibunya yang meyirami bebungaan dan halaman. Namun yang sering dilakukan ibunya hanyalah menyapu halaman, dan merawat bebungaan hanya sekali dua kali, sehingga terlihat sekali anggreknya tidak secercah dulu, mawar pun tidak lagi banyak berbunga. Sungguh ingin sekali dirinya merawat bunganya, diberi pupuk, diusirnya serangga. Semua yang dibutuhkan tetanamannya ia sangat tahu.
Setelah hari gelap ibunya seperti biasa akan mendorong kursi rodanya masuk dalam rumahnya dan menuntun dirinya ke dalam tempat tidur. Dan ibunya seperti biasanya berjanji akan menemaninya, dan ayahnya akan selalu mengajaknya bercerita tentang apa saja, hingga dirinya lelah dan tertidur.
.Sore ini ada sesuatu yang sedikit berbeda, di taman ada seekor kupu-kupu yang terbang dengan riang mengitari bunga-bunga yang bermekaran. Hatinya sangat riang, senyumnya sangat mengembang. Ia sangat berteriak memanggil ibunya agar menangkap kupu-kupu itu. Alih-alih yang datang ibunya, tetiba datang seekor kucing berbulu putih. Si kucing tanpa ragu mengejar si kupu-kupu. Si kupu-kupu terbang sangat lincah. Entah berapa lama mereka berkejar-kejaran hingga keduanya lelah dan diam. Si kupu-kupu hinggap di pucuk bunga anggrek. Si kucing hanya diam, memandang.
Seperti biasa setelah menjelang senja dirinya akan masuk ke rumah dan hatinya sangat gembira, ibu dan ayahnya tahu. Setelah itu ayah dan ibunya berjanji akan menemaninya besok sore melihat taman dengan harapan hujan pun akan datang, karena bulan ini masih masanya untuk turun hujan. Dirinya tidak banyak cerita karena masih terkesima dengan kucing mengejar kupu-kupu yang seolah-olah menari-nari. Pikirnya hanya kupu-kupu dan kucing putih.
Pada hampir pagi dirinya terbangun oleh meongan si kucing putih yang seolah-olah mengatakan kalau ada kupu-kupu yang ingin mengajaknya menari-nari. Dirinya segera bangun dan memang benar ada kupu-kupu yang menghampirinya, namun tidak hanya satu. Namun sangat banyak, bahkan kupu-kupu itu mengajaknya terbang. Terbang sangat tinggi, membawanya ke taman yang sangat indah.
Pati, 16 September 2020