Banjir memang menjadi masalah utama di kota Jakarta, selain kemacetan, dan polusi. Namun pada awal tahun 2020 yang menjadi pusat perahatian adalah banjir yang demikian cepat merendam pemukiman, menghanyutkan mobil-mobil, dan memutus rantai kesibukan penduduknya, paling tidak tanggal 1 dan 2 Januari 2020. Korban nyawa pun tidak terhindarkan, menurut BNPB 16 orang meninggal akibat banjir di Jabodetabek, 8 di antaranya di Jakarta.
Tanggap kebencanaan sebenarnya sudah ada pada masyarakat Indonesia, terlebih bagi pejabat-pejabatnya. Anggaran-anggaran tidak sedikit yang disediakan oleh pemerintah setempat memang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Sebagai perbandingan APBD Surabaya pada tahun 2019 adalah 9,5 Triliun sementara APBD Jakarta 89 Triliun.
Jika Jakarta untuk banjir saja dianggarkan 4,5 T dengan APBD perubahan dikurangi 400 T artinya ada dana 4,1 Triliun. Suatu perbandingan yang besar dengan Surabaya jika sama-sama mengalokasikan 5% saja dana APBDnya untuk masalah banjir.
Konon kabar, pengurangan dana untuk penanganan banjir dikarenakan Jakarta mempunyai rencana besar untuk mengadakan Formula E di bawah FIA. Atau lebih mudahnya saya sebutkan balapan mobil dengan tenaga listrik.
Balapan tersebut menurut rencana akan diadakan pada bulan Juni 2020 dengan lokasi Monas dan sekitarnya, yang ditargetkan dapat memaksimalkan pendapatan masyarakat Jakarta sekitar dan sepadan tentunya dengan modal yang digunakan untuk penyelenggaraan 1.3 Triliun.
Tingkatan fokus yang berbeda antara Surabaya, Sumetara Barat, Semarang, Jawa Barat, dan Jakarta pada penanganan banjir menjadi hal yang krusial. Meskipun ada banjir namun secara nasional akibat jelek yang ditimbulkannya tidak separah yang terjadi di Jakarta. Karena pemimpin di Surabaya, Semarang, Jawa Barat sudah jauh hari mempersiapkan dampak terburuk yang akan terjadi jika cuaca ekstrem pada musin penghujan.
Bisa juga dikatakan banjir ini adalah terburuk yang melanda Jakarta sejak 2013 selain kurban nyawa, pengungsi yang tersebar di Jakarta Pusat 310 orang, Jakarta Utara 1.515 orang, Jakarta Barat 10.686 orang, Jakarta Timur 13.516, dan Jakarta Selatan 5.305 (berabagi sumber). Itu pun belum terhitung jumlahnya yang masih di rumah-rumah.
Jika alasan curah hujan yang tinggi itu pun memang bisa dipahami. Bahkan harus bersyukur ke hadirat Tuhan karena dari hujanlah disemai kebaikan, tanaman sebagai penguat kehidupan bisa tumbuh dengan subur. Siklus kehidupan tetap berjalan seperti sunatulloh.
Melihat kerusakan yang demikian merata di seluruh Ibu Kota ini tidak urung presiden Jokowi pun memberikan arahan-arahan kepada daerah-daerah yang terkena bencana banjir, terlebih Jakarta yang terkena dampak yang paling serius.
Arahan itu pernah saya tulis di blog Kompasiana dengan judul "Gubernur DKI Tolong, Dong, Dengarkan Arahan Presdiden" Namun arahan itu belum terealisasi berseliweran berita jika Jokowi pagi pagi sudah meninjau salah satu rumah pompa air waduk Pluit di Muara Baru. Anggap saja suatu percepatan penolongan masyarakat yang sedang mengalami kesusahan, Itu saja.
Apakah ini suatau tindakan berlebihan atau "kegemesan" terhadap penangananan yang sangat lamban terhadap bencana hingga ada pemikiran akan ada pemakzulan oleh DPRD.