Anda yg berprofesi guru atau dosen tentu tidak asing dg istilah role play, yaitu suatu metode mengajar dengan meminta siswa untuk bermain peran. Drama kecil. Mungkin itulah istilah yang pas untuk role play. Dalam permainan ini dimainkan berbagai peran, tergantung skenario yang ada. Ada yang berperan sebbgai kepala desa, ibu guru, murid yang agak bandel, murid yang rajin, kyai, dll. Untuk bisa memainkan peran dengan baik, seorang pemain dituntut untuk tahu betul karakter dari peran yang dilakoninya. Penguasaan akan peran yang kita mainkan menjadi keniscayaan.
Itulah yang saya alami ketika saya mengikuti Training of Trainer (TOT) Baitul Arqom yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah (PWA) Jawa Timur di 'Aisyiyah Training Center (ATC) tanggal 7-8 September2024. Peserta TOT yang berjumlah 80 orang tersebut dibagi menjadi delapan kelompok, dan masing-masing kelompok dinamai dengan nama tokoh 'Aisyiyah. Siti Munjiah adalah nama kelompok saya. Ketika materi Dinamika Persyarikatan, setiap kelompok bertugas memainkan tokoh yang menjadi nama kelompok. Dengan demikian, kelompok saya bertugas memerankan tokoh Siti Munjiah.
Meski pengetahuan kami tentang tokoh tersebut tidak begitu mendalam, tetapi nama tersebut tidak asing bagi kami. Penjelajahan di berbagai sumber kami lakukan untuk memperdalam pengetahuan kami dan sebagai bekal kami untuk bermain peran tentang beliau. Penjelajahan kami berhasil menghimpun banyak informasi tentang beliau.
Nyai Siti Munjiah adalah putri keenam dari H. Hasyim Ismail, seorang tokoh yang sangat dekat dengan KH. Ahmad Dahlan. Setamat Madrasah Diniyah, Nyai Siti Munjiah aktif di kelompok pengajian Sopo Trisno, yang merupakan cikal bakal 'Aisyiyah. Di kelompok pengajian ini beliau dibina oleh KH Ahmad Dahlan untuk menjadi mubalighat dan aktivis pergerakan. KH Ahmad Dahlan sangat berhasil dalam membina Nyai Siti Munjiah. Kepiawaian beliau dalam memberikan ceramah dan berpidato di berbagai kesempatan adalah buktinya.
Keaktifan di organisasi mengantar Nyai Siti Munjiah menjadi salah satu dari 15 pembicara Kongres Wanita pertama pada tanggal 22 Desember 1928. Nyai Siti Munjiah dalam pidatonya menyampaikan perlunya kepandaian bagi kaum wanita supaya bisa mempertahankan hak-haknya dan tidak menjadi obyek penindasan. Selain itu, Nyai Siti Munjiah juga menekankan pentingnya budi pekerti yang tinggi, ilmu pengetahuan yang cukup serta perilaku yang baik bagi wanita. Tidak hanya sebagai pembicara di kongres, sebagai aktivis pergerakan Nyai Siti Munjiah mampu menujukkan kehandalannya dengan menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah selama lima periode, yaitu 1932-1936.
Peran sebagai aktivis inilah yang saya perankan dalam role play. Dengan mengerahkan kemampuan bermain peran yang sangat minim, saya mencoba menghayati bagaimana menjadi aktivis yang menjadi pembicara di event sebesar dan sebergengsi Kongres Wanita. Di depan teman sekelompok yang memerankan audience kongres, saya mencoba menjadi aktivis yang piawai berorasi. Meski berbicara di depan publik sudah menjadi keseharian saya, ternyata tidak mudah ketika harus berbicara sebagai orang lain. Beberapa kali saya sempat kesrimpet-srimpet ketika harus melisankan pesan-pesan beliau yang menurut saya sangat dalam maknanya.
Selain itu, saya juga memeragakan aktivitas beliau di Sopo Trisno. Saya mencoba menjadi aktivis yang menjadi guru di komunitas tersebut. Kepada teman sekelompok saya mengajarkan cara membaca huruf latin. Saya ajari mereka mengeja huruf demi huruf dan mereka dengan penuh takdzim mengikuti ejaan yang saya diktekan. Mereka ada yang bertingkah layaknya murid yang agak bandel, ada yang melucu, ada juga yang sangat serius. Kesemua itu kami lakukan demi termainkannya peran kami dengan sempurna.
Puaskah saya dengan acting saya? Terus terang, saya belum puas dengan apa yang saya lakukan. Lisan saya masih kesrimpet-srimpet waktu memerankan beliau sebagai orator di Kongres Wanita. Pun ketika saya memerankan beliau di Sopo Trisno. Ada sesuatu yang luput padahal sangat penting, yaitu mengajar ngaji. Sopo Trisno adalah kelompok pengajian dan karenanya aktivitas utamanya adalah baca Qur'an. Bagaimana mungkin moment sepenting ini bisa luput dari perhatian ketika kami mempersiapkan role play tersebut. Ingin rasanya bisa memutar ulang waktu sehingga kami bisa menyisipkan sesuatu yang hilang tersebut. If I could set the time back, I would....... Lamunan itulah yang sering hinggap di benak saya setiap saat saya ingat role play tersebut.
Terlepas dari rasa masgul karena ketidaksempurnaan role play, saya sangat bersyukur bisa mengikuti TOT ini. Ada banyak pelajaran yang bisa saya petik dari training semalam dua hari ini. Kesempatan membaca sejarah tokoh sebesar Nyai Siti Munjiah adalah salah satu dari pelajaran berharga yang bisa saya ambil dari training ini. Ungkapan we are what we read saya yakin masih berlaku. Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa cara pandang kita terhadap sesuatu, cara kita menyelesaikan masalah, cara kita berinteraksi, cara kita berbicara, serta cara kita menulis banyak dipengaruhi oleh bacaan yang kita baca. Bacaan yang baik, bacaan yang memotivasi, bacaan yang penuh inspirasi bisa menjadi nutrisi bagi hati dan pikiran pembacanya yang bisa menghasilkan pikiran, ucapan, dan perilaku yang sehat dan positif. Bahan bacaan tentang Nyai Siti Munjiah adalah salah satu contoh bacaan 'bernutrisi' yang insya Allah akan berdampak positif bagi kami. Semoga apa yang kami perankan di role play meski penuh ketidaksempurnaan bisa menjadi inspirasi dan sumber kebaikan bagi yang menontonnya dan juga bagi kami yang memerankannya. Semoga pula TOT Baitul Arqam yang kami ikuti bisa mencapai tujuannya, yaitu mencetak trainer handal yang pada akhirnya bisa mencetak kader handal. Aamiin....
Malang, 18 September 2024/14 Rabiul Awal 1446H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H