Hari Asyura adalah hari kesepuluh di bulan Muharram. Sejak di Makkah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah melaksanakan puasa Asyura namun tidak memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Puasa ini identik dengan orang-orang Quraisy pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang juga melakukan puasa pada hari tersebut. Dengan demikian, orang-orang Quraisy sudah mengetahui bagaimana kedudukan puasa Asyura. Hal ini dikarenakan mereka bersandar pada syariat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail shalawatullah 'alaihima. Mereka bersandar pada syariat keduanya dalam hal tersebut dan juga dalam hukum-hukum haji dan perkara lainnya (al-Mufhim, 3/190-191)
Setalah hijrah ke Madinah, beliau juga berpuasa dan menganjurkan para sahabat untuk melakukannya. Para sahabat bertanya bukankah hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda bahwa tahun depan ia akan berpuasa pada hari kesembilan. Namun, sebelum datang tahun depan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sudah wafat. Hal ini terdapat dalam Hadis riwayat Muslim no. 1134
Dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma beliau berkata:
: ! . : . :
"Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam berpuasa Asyura, beliau pun memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Maka para sahabat berkata: wahai Rasulullah bukankah ini hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani? Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "jika aku bertemu dengan tahun depan insyaAllah, aku akan puasa di hari ke sembilan". Ibnu Abbas mengatakan: tidaklah datang tahun depan kecuali Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah wafat"
Selain itu, untuk membedakan dengan orang Yahudi dan Nasrani dan juga untuk keyakinan mendapatkan tanggal 10 Muharram saat terjadi keraguan kapan jatuhnya 1 Muharram maka kita juga disyariatkan untuk berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Alasan tersebut berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma berkata
. "
Puasalah di hari Asyura dan bedakan diri dengan Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya" (HR. Ahmad no. 2155, dikatakan Al Albani dalam Shahih Ibnu Khuzaimah [2095] bahwa hadits ini shahih mauquf).
Banyak sekali hadits yang menyebutkan keutamaan puasa Asyura, diantaranya menghapus dosa setahun yang lalu, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
"Puasa Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Sedangkan puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu" (HR. Muslim no. 1162).
Lalu bagaimana dengan orang yang masih memiliki utang Puasa Ramadhan sebelumnya? Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan barang siapa yang berpuasa pada hari Arafah atau hari Asyura dalam keadaan memiliki utang puasa Ramadhan maka puasanya tetap sah. Akan tetapi, jika seseorang meniatkan puasa qadha Ramadhan, maka dia akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala puasa Arafah atau puasa Asyura dan juga mendapatkan pahala puasa qadha dalam waktu bersamaan. Hal di atas berlaku untuk puasa sunnah muthlaq yang tidak ada kaitannya dengan puasa Ramadhan. Sementara, puasa enam hari bulan Syawal, termasuk puasa sunnah yang berkaitan dengan Ramadhan, sehingga ketika ingin mengerjakan puasa tersebut maka harus selesai terlebih dahulu mengqadha puasa Ramadhan.