Lihat ke Halaman Asli

Nurul Hidayati

Psychologist

Yuk, Berdamai dengan Remaja

Diperbarui: 22 Juli 2016   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesi pembekalan psikologi kepribadian GenRe (sumber: https://www.instagram.com/genre_gresik/)

Kita semua menginginkan masa remaja berhasil dilalui dengan positif, namun data-data statistik mengenai berbagai problematika para adik-adik dan anak-anak remaja kita memang luar biasa mencengangkan. Mari kita simak bersama sebagian dari data tersebut:

Data Permasalahan Remaja Negeri Kita

Data WHO yang dikutip majalah gatra tahun 2006 menyatakan tingkat kasus aborsi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara yakni mencapai 2 juta kasus per tahun. Total kasus di negara-negara Asean yakni 4,2 juta kasus per tahun

Sebagian besar penyakit kelamin berbahaya telah melanda remaja usia 16 – 25 tahun di kota maupun pedesaan di Indonesia

Saat ini di Indonesia terjadi fenomena berbagai kenakalan dan kejahatan remaja, pelacuran anak, perkosaan, seks suka sama suka, kejahatan seksual di lingkungan sekolah, incest, seks dengan binatang (Yayasan kita dan buah hati, 2014)

Data KPAI Oktober 2013, Kemenkes Oktober 2013: Remaja Indonesia 62, 7 % melakukan seks di luar nikah, 93 % pernah ciuman bibir, 97 % telah mengakses pornografi

Potret Remaja Indonesia: 20 % dari 94.270 kasus hamil di luar nikah berusia remaja, 21 % pernah aborsi, 1.983 kasus ODHA (pengidap AIDS) dalam rentang 3 bulan 42,3 % berusia 20-29 tahun, 10.203 kasus terinveksi HIV dalam rentang 3 bulan, 30 % adalah remaja

(Data KPAI Okt 2013, Kemenkes Okt 2013)

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menilai bebasnya peredaran video mesum dan gambar porno sangat berpengaruh pada moral anak dan remaja terutama perempuan. “Kita punya data 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak tidak perawan lagi,” kata Ketua Komnas PA Seto Mulyadi kepada Pos Kota, Minggu petang (13/6).

Semakin banyaknya anak-anak yang terkena candu pada perangkat digital. Anak-anak menjadi lebih cepat tumbuh “dewasa” dibandingkan anak-anak zaman dulu, namun jiwa mereka lambat berkembang. Perangkat digital telah menstimulasi kematangan semu (Yee-Jin Shin, 2014).

Fenomena Gunung Es

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline