Lihat ke Halaman Asli

Nurudin Sidiq Mustofa

Filmmaker/Master Student on Film Studies

Apakah Emansipasi Kartini Sama dengan Feminisme?

Diperbarui: 28 September 2022   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 Setiap tahunnya di tanggal 21 bulan April, kita memperingati hari kelahiran Raden Adjeng Kartini. Dia dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Dalam bukunya yang berjudul Door Duisternis Tot Licht, Kartini prihatin dan gelisah hatinya melihat wanita jawa terkungkung adat sedemikian rupa. 

Dia menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki. Akhirnya dia didaulat sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Tetapi apakah emansipasi kartini sama dengan feminisme barat?

Tentu saja, pemikiran Kartini berkiblat pada feminisme dan liberalisme barat yang mengagungkan kebebasan, tetapi dia tetap melandasi pemikirannya dengan islam sehingga dia tidak begitu mendambakan kebebasan perempuan. Kartini hanya ingin agar wanita jawa memperoleh pendidikan sehingga kelak mereka bisa mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang berkualitas. Tidak Lebih. 

 Emansipasi Kartini ialah untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat bagi kelompok yang tidak diberi hak secara spesifik. 

Dalam hal ini adalah kaum perempuan jawa yang terkungkung feodalisme dan dilarang berpendidikan. Walaupun apa yang ia perjuangkan mirip dengan feminisme, tetapi Kartini bukanlah seorang feminis. 

Feminisme baginya hanya sebatas wacana yang bergejolak yang dia dapat dari waktu dia sekolah di sekolah belanda dan korespondensi dengan teman-teman eropanya.

 Emansipasi Kartini bukanlah feminisme. Emansipasi Kartini lebih menekankan kepada kodrati perempuan, tetapi dengan persamaan hak politik dan hak-hak lain serta menghapuskan penindasan kaum laki-laki kepada perempuan. 

Emansipasi Kartini bukan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan kedudukan laki-laki dan perempuan yang menjurus pada pengakuan politik dan mengaburkan tugas dan fungsi masing-masing gender secara kodrati. 

(Terinspirasi dari buku habis terang terbitlah gelap dan panggil saja aku kartini Pramoedya Ananta Toer)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline