Lihat ke Halaman Asli

Bijak Memilih Asuransi Sesuai Kondisi Finansial agar Tidak Memberatkan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  • Sebagian dari kita mungkin pernah berpikir,

“Buat apa membeli asuransi kesehatan? Toh saya masih sehat-sehat saja, sekalipun sakit saya masih ada dana darurat untuk membayar biaya perawatan. Dirawat inap pun juga jarang, sekalipun dirawat inap mungkin biayanya paling ‘banter’ 5-10jt. Jadi menurut saya, saya belum perlu berasuransi”

Namun, tahukan anda setiap orang tidak akan luput dari resiko, mungkin anda tidak sakit dalam waktu dekat ini, tapi resiko kecelakaan hingga menjadi cacat dan tidak produktif, resiko kehilangan mobil dan rumah bisa menghampiri anda kapan saja. Karena itulah kita perlu memanajemen resiko dengan baik. Resiko terbagi dua, yaitu resiko jangka pendek dan resiko jangka panjang. Yang termasuk resiko jangka pendek adalah kebutuhan-kebutuhan tidak terduga jangka pendek seperti misalnya : PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), biaya kesehatan jangka pendek (sakit ringan/rawat jalan/rawat inap ringan), kecelakaan dijalan dan resiko kerusakan harta benda. Kita dapat mengelola resiko jangka pendek ini dengan menyiapkan dana darurat yang cukup. Sedangkan yang termasuk resiko jangka panjang misalnya : resiko penyakit kritis (penyakit yang membutuhkan perawatan dan memakan biaya besar, seperti kanker, gagal ginjal, jantung), kecelakaan yang menyebabkan cacat tetap total dan tidak dapat bekerja lagi sehingga kehilangan pendapatan, resiko meninggal sehingga keluarga kehilangan sumber pendapatan serta resiko kerusakan harta benda yang berdampak besar (kehilangan mobil, rumah, bisnis bangunan). Untuk mengelola resiko jangka panjang yang dampak kerugiannya SANGAT BESAR inilah, Kita membutuhkan asuransi/proteksi.

Menurut UU No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertangggungjawabkan”

Bicara mengenai peristiwa yang tidak pasti, tentu banyak hal perlu kita proteksi, namun tentunya kita harus bijak menentukan asuransi apa saja yang harus kita ikuti sesuai dengan kondisi finansial kita. Berikut skala prioritas yang dapat kami rangkum :

1. ASURANSI KESEHATAN
Kita tentunya sadar bahwa biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Saya ambil contoh Teman saya (sebut saja Ana) yang bekerja dikantor X, mendapatkan jaminan kesehatan berupa plafon Rp 5.000.000/tahun dengan mekanisme klaim ke perusahaan. November 2014 lalu teman saya tersebut hamil dan biaya yang dia keluarkan rata-rata Rp1.000.000,-/bulan untuk konsultasi dokter, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan USG dan obat-obatan. Alhasil di masa kandungannya 5 bulan, dia sudah kehabisan plafon kesehatan, belum lagi dia harus mempersiapkan biaya untuk kelahiran.
Kemudian bandingkan dengan teman saya (sebut saya Bulan), perusahaan tempat dia bekerja menjamin karyawannya melalui BPJS Kesehatan, perusahaan cuma mengeluarkan biaya Rp60.000/bulan, namun Bulan bisa mendapatkan perawatan selama 9 bulan kehamilan tanpa mengeluarkan biaya apapun. Biaya yang ditanggung perusahaan selama setahun hanya Rp 60.000x 12 = Rp 720.000,-/setahun. Dari dua kasus tersebut dapat kita ketahui manfaat menjadi peserta asuransi. Apakah mahal? Tentu tidak, jika dibandingkan manfaat yang kita dapat.
Lalu kenapa asuransi kesehatan swasta mahal?
Baik asuransi pemerintah (BPJS Kesehatan) maupun asuransi swasta tentu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada yang mengeluh BPJS berbelit-belit, menggunakan sistem rujukan berjenjang yang merepotkan dan tidak semua rumah sakit dapat menerima peserta BPJS. Namun BPJS unggul dalam biaya premi yang lebih ringan dibanding swasta yaitu Rp 25000-Rp 60.000/bulan, BPJS unggul karena kebijakan pre-existing condition yang berarti bagaimanapun kondisi kesehatan pendaftar akan tetap diterima sebagai peserta BPJS Kesehatan, BPJS juga unggul dengan tidak adanya batasan plafon selama mengikuti prosedur dan menggunakan kelas kamar yang ditetapkan. Lain halnya dengan asuransi swasta yang biaya preminya Rp80.000-Rp500.000,-. Biaya premi ini sebanding dengan pelayanannya yang bisa digunakan disemua rumah sakit dengan sistem klaim sehingga tidak perlu berbeli-belit. Namun kendalanya terdapat batasan plafon, saat pendaftaran perlu medical check up, dan beberapa penyakit kritis (kanker, ginjal, jantung) baru dapat diklaim setelah 1 tahun kepesertaan. Jadi mahal tidaknya asuransi kesehatan, tergantung dari asuransi mana yang anda pilih.

2. ASURANSI JIWA
Asuransi yang menjadi prioritas kedua adalah asuransi jiwa. Resiko apa yang ditanggulangi oleh asuransi jiwa? Resiko kehilangan nilai ekonomi dari seseorang sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan dimasa depan. Perlukan anda mengeluarkan biaya untuk asuransi jiwa? Perlu, jika anda adalah orang yang telah bekerja dan memiliki tanggungan (keluarga). Namun jika anda tidak memiliki tanggungan dan tidak menghasilkan pendapatan (seperti ibu rumah tangga atau anak-anak), asuransi jiwa ini dirasa tidak perlu. Mahalkah biayanya? Umumnya asuransi jiwa ‘include’ dalam tiket perjalanan, kartu kredit atau disandingkan dengan produk investasi seperti unilink, namun ada juga yang berdiri sendiri. Biayanya beragam bisa mulai dari Rp 10.000,- (pada tiket commuter line) sampai jutaan rupiah

3. ASURANSI HARTA BENDA
Dan terakhir, jika 2 asuransi diatas sudah terpenuhi dan anda masih punya cukup dana, maka proteksilah harta benda anda, termasuk mobil, rumah (properti) atau usaha/bisnis. Saya teringat pada Februari 2015 lalu, kebakaran terjadi di Jalan Lautze Raya Jakarta Pusat, tepat 2 rumah di belakang kantor saya. Api melahap lebih dari 394 rumah dalam waktu kurang dari 4 jam. Saat itu saya tidak bisa membayangkan kalau kantor saya ikut terbakar,karena di kantor ini terdapat produk jadi yang assetnya sampai puluhan milyar. Rekan-rekan saya mencoba menyelamatkan barang masing-masing, namun anehnya CEO saya tetap santai di lantai 1 dan bilang “Tenang saja, kantor ini sudah diasuransikan”. Dari situ saya sadar, bahwa begitu pentingnya bisnis/bangunan diasuransikan, karena jika terjadi kebakaran kita tidak akan sampai pingsan jika harus kehilangan aset bernilai milyaran rupiah ini.

Asuransi begitu penting untuk memproteksi diri kita terhadap hal hal yang tidak pasti. Namun, jangan sampai banyaknya ketakutan membuat kita tidak bijak memilih mana asuransi yang perlu dan tidak perlu. Memilih asuransi dengan bijak sesuai kondisi finansial akan membuat kewajiban berasuransi tidak terasa berat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline