109 MENTERI DENGAN 55 WAKIL MENTERI, BUKAN PEMBOROSAN? Catatan : Nur Terbit
Ketika era pemerintahan Presiden SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono), kami dan teman-teman lawyer mengajukan gugatan terkait posisi WAKIL MENTERI (Wamen) ke MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) di Jakarta.
Saat itu, Bang Nur merupakan salah satu anggota tim kuasa hukum dari GERAKAN NASIONAL PEMBERANTASAN KORUPSI (GNPK). Kami para lawyer, mempersoalkan posisi Wakil Menteri (Wamen) yang "tumpang-tindih" dengan tugas dan kewenangan posisi jabatan lain. Seperti Sekjen di Kementerian.
Akibatnya, diduga dengan banyak jumlah menteri dan wakil menteri, maka telah terjadi pemborosan anggaran negara untuk menutupi gaji, tunjangan dan operasional WAMEN, yang tentu saja diambil dari uang rakyat yang dipungut dari pajak.
Hasilnya, putusan MK era Ketuanya Prof Dr Mahfud MD saat itu, menerima sebagian permohonan kami "menggugat"keberadaan posisi Wakil Menteri.
Posisi WAMEN kemudian diperbaiki, di antaranya dalam syarat dan proses mengangkat pejabat Wamen. Harus dari pejabat karier, bukan dari kader partai yang dijadikan WAMEN sebagai "balas jasa".
Nah, setelah pemerintahan SBY beralih ke Jokowi, jabatan WAMEN muncul lagi. Seolah mengulang "kesalahan" pada rezim sebelumnya. Mungkin ada kebijakan baru untuk membantu tugas-tugas para menteri dengan kehadiran wakil menteri?
Bahkan di Kabinet Merah Putih di pemerintahan PRABOWO-GIBRAN ini, ada satu KEMENTERIAN malah selain ada MENTERI juga ada WAMEN sampai 2 orang. Artinya tambah banyak saja WAMEN karena ada KEMENTERIAN yang "dipecah" menjadi berapa kementerian.