Moral sebagai sebuah sikap yang sudah seharusnya ditanamkan sejak dini ke dalam diri individu. Terlepas dari hal-hal yang berbau kontekstual, moral telah menjadi landasan dasar dalam mengukur baik dan buruknya suatu tindakan. Oleh sebab itu, sebenarnya hal ini memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap perilakunya dalam bermasyarakat.
Dengan adanya nilai moral pada diri manusia ini,telah menunjukan kredibilitas individu itu sendiri. Disinilah kita mampu menguatkan rasionalitas individu dalam memandang sesuatu, hal ini telah menjadi pokok utama dalam diri kita agar senantiasa memahami, dan menguatkan nilai moral dan etika dalam bermasyarakat.
Namun pada era milenial ini berbagai peristiwa, seringkali terjadi tanpa adanya suatu keteraturan. Keteraturan disini menuju pada proses, yakni menjalankan sesuatu tanpa melalui pemikiran panjang. Seperti pada kasus pembuangan sampah yang tidak sesuai pada tempatnya.
Jika dilihat dari subjek katanya mungkin dalam pandangan beberapa orang menilai bahwa hal ini bukanlah hal yang begitu besar untuk diangkat menjadi sebuah permasalahan. Namun hal ini akan menjadi besar ketika dikaitkan dengan penyebab banjir di kota-kota besar.
Riset menunjukan bahwa DKI Jakarta memproduksi sampah kurag lebih 7500 ton perhari atau 2,7 juta ton pertahun, bahkan jumlah ini belum termasuk 300-400 ton sampah yang dibuang penduduk ke sungai pada saat musim hujan tiba, inilah salah satu bagian dari penyebab di banjir ibu kota.- dikutip dari theconversation.com oleh Wigno Adiyoso, pada 6 januari 2020.
Membuang sampah pada tempatnya merupakan suatu hal yang sangat di anjurkan. Dengan melihat fenomena ini tentunya bukan hal yang mudah juga untuk meminimalisir terjadinya hal seperti di atas, mengingat dari fasilitas masyarakat pun belum mencukupi dengan jumlah jiwa-jiwa yang terus berkembang dan meningkat pesat.
Maka perlu kita ketahui bahwa membuang sampah pada tempatnya merupakan suatu kebajikan, ditarik kesimpulan bahwa dengan membuang sampah ke sungai ini merupakan suatu hal yang melenceng dari implementasi nilai-nilai moral.
Adapun kasus problematika yang lebih mendunia di kalangan remaja, adalah dunia tentang circle pertemanan atau lingkup pergaulan. Kata "circle" tentunya sudah sangat familiar dikalangan remaja milenial. Circle merupakan suatu geng atau kelompok yang memiliki keselarasan, dan frekuensi yang sama antara satu dan lainnya.
Sebuah circle yang seharusnya menjadi wadah pergaulan yang memberi dampak positif pada anggotanya, yang membawa perubahan untuk lebih mengenali diri dan potensi individu, menciptakan rasa aman, nyaman, serta memberi ruang untuk lebih berkembang, juga sebagai penopang semangat yang bisa memberi dukungan penuh serta apresiasi pada saat kita sedang menghadapi suatu permasalahan.
Sayangnya, tidak semua lingkup pertemanan memberi hubungan timbal balik dan dampak positif. Sebuah lingkup lingkup pertemanan yang seharusnya memberi manfaat, seperti kelompok belajar atau diskusi. Seringkali kita jumpai sebuah lingkup pertemanan yang buruk, dan toxic.
Melihat dari banyaknya kasus yang tengah menjadi sorotan di masa sekarang ini, tentunya menjadi suatu kewaspadaan bagi setiap individu agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal semacam itu.