Keputusan pemerintah memangkas anggaran makan bergizi gratis dari Rp 15 ribu perporsi menjadi Rp 10 ribu mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat. Khususnya kalangan emak-emak kampung.
Merasa terbantu
Kaum yang pro merasa sangat terbantu. Mereka adalah maaf, golongan kurang mapu. Khususnya saudara-saudara kita yang anaknya masih bersekolah lebih dari satu.
Katakanlah jika dalam satu keluarga punya 3 anak yang masing-masing satu di TK, SD, dan SMP. Maka keluarga tersebut mendapat donasi Rp 30 ribu perhari. Satu bulan dikurangi hari minggu, 25 hari, jadinya Rp 30 ribu x 25 = Rp 750.000. Lumayan. Seharusnya mereka memberi makan anak-anaknya 2 x sehari, kini terpangkas menjadi satu kali.
Syukur-syukur jika Emaknya juga sedang hamil. Otomatis jatah makan bergizi gratisnya bertambah lagi.
Bagi saudara kita yang perekonomiannya minim di pedesaan, duit Rp 750 ribu bukan sedikit. Memburuh di sawah orang pekerja perempuan hanya dibayar Rp 50 ribu per hari.
Lalu bagaimana dengan kelompok yang kontra. Saya tidak membahas bagian ini. Karena mereka juga punya kali-kali tersendiri. Mungkin hitungannya per individu. Makanya ada suara sumbang yang menyanding-nyandingkannya dengan tarif satu bungkus nasi Padang. Sudah pasti tidak akan ketemu. Di sekitar saya golongan ini jumlahnya tidak banyak.
Hitung-hitungan di atas kertas
Sekilas, duit sepuluh ribu memang sangat minim untuk biaya satu porsi makan bergizi gratis, yang katanya memenuhi standar gizi seimbang. Zaman sekarang pembelian serba mahal. Namun logikanya masih bisa diakal-akali.
Hitungan kasarnya begini. Satu kg beras Rp 10 ribu. Jika dimasak, minimal cukup untuk 20 porsi (Rp 500). Lauknnya sebutir telur Rp 2500, sayur Rp 500, buah Rp 500. Air mineral Rp 500, (500+2500+500+500+500=4500). Maaf, sekali lagi ini hanya hitungan kasarnya. Boleh jadi bisa kurang. Sebab, beli bahan dalam partai besar harganya lebih irit.
Untung setipis kulit bawang
Nominal di atas adalah (Rp 4500) nilai bahan mentah sebelum dimasak. Di luar pernak-pernik bumbu-bumbuan, gas dan lain-lain. Jika pengelolaannya diserahkan pada pihak ke 3, insyaallah masih bisa untung. Walaupun cuman setipis kulit bawang.
Tak heran, ada pedagang nasi tetanggaku di kota X, bisa menjual ampera Padang sepuluh ribu per bungkus. Lauknya tinggal pilih. Mau ayam, telor, atau ikan. Porsinya biasa-biasa saja seperti nasi Padang umumnya, ada sayurannya juga, di luar air mineral.