Di tengah banyaknya masyarakat menolak menggukanan masker, saya memantapkan hati bilang “I love you” pada benda mungil penutup hidung dan mulut ini.
Salah satu pola hidup sehat yang harus diterapkan di era normal baru adalah menggunakan masker saat keluar rumah. Namun dalam praktiknya masih mengalami banyak kendala.
Sebagian masyarakat enggan mematuhinya. Mereka berdalih, risih, bosan, sampai mengait-ngaitkannya dengan ajaran agama tertentu. Katanya, sakit dan sehat Tuhan yang menentukan. Bukan masker.
Kemarin saya negor keponakan. Dia naik motor menempuh perjalannan 15 km, tanpa mengenakan masker.
“Eh ..., Nek. Corona sudah habis. Nenek tengok di pasar (baca: di kota kabupaten). Tiada lagi orang pakai masker,” protesnya.
“Kamu korban minim informasi. Punya TV cuman untuk nonton sinetron. Sekarang angka kematian karena terinfeksi Covid 19 di Indonesia mendekati 9 ribu,” balas saya.
“Malas. Risih,” tambahnya.
Kenyataannya memeng begitu. Amat sedikit masyarakat di derah kami Kerinci dan Kota Sungai Penuh sini yang mematuhi protokol kesehatan.
Mereka bebas melenggang ke mana-mana tanpa mengunakan masker. Seakan-akan keriuhan Virus Corona hanya dongeng belaka. Ya, sudah. Itu urusan individu masing-masing.
Beda dengan saya, yang telah memantapkan diri bilang “I love you” pada masker. Awalnya memang agak ribet. Lama-lama jadi terbiasa. Keluar rumah tanpa masker malah serasa ada yang kurang.
Kini benda ini telah menjadi bagian dari keseharian saya. Fungsinya tidak hanya untuk saling melindungi antar sesama. Tetapi juga memberikan rasa nyaman saat memamakainya. Sebab,