Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Emang Enak Jadi Bini Anak Pejabat?

Diperbarui: 9 September 2020   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Pixabay

Tadinya saya  mau nulis topik lain.  Setelah membaca tulisan Pak Tiptadinata, “Dapat Duren Runtuh Tidak Selalu Berarti Nikmat,” saya terseret pada  tema ini. Supaya agak senada dan seirama,  saya kasih saja judul, "Emang Enak Jadi Bini Anak Pejabat?"

Semasa putriku belum menikah, saya sering mengingatkan beberapa kreteria calon menantu  yang tidak  saya sukai. Salah satunya jangan sekali-kali memilih jodoh anak pejabat. Terutama pejabat-pejabat tanggung.  

Persyaratan tersebut bukan tanpa alasan, sebab, zaman itu rata-rata oknum anak pejabat yang saya kenal,  sering menunjukkan sifat manja. Karena mereka terbiasa hidup dalam keluarga berpunya.

Memang  tidak semua. Tergantung pendidikan dan didikan orang tuanya.  Andai pendidikan dia  bagus, pasangannya  malah  beroleh berkah. Hingga dapat mengubah keturunan. 

Tetapi, di benak saya terlanjur  bersarang penilaian buruk terhadap pribadi golongan ini.

Tahun 2003, saya pernah nginap di tempat kos adik bungsu saya  di kota Jambi. Rumahnya  berdinding papan, tetapi lumayan besar, punya 4 kamar.  Satu dikontrak oleh adik saya, sisanya dihuni oleh anak menantu nyonya rumah.

Ternyata Ibu Kostnya janda mantan  pejabat di propinsi Jambi. Lokasinya di perumahan orang penting   pada zamannya. Status rumahnya pun masih  abal-abal. Dikatakan rumah dinas, tidak. Rumah pribadi juga bukan.

Ilustrasi perempuan memikul beban keluarga. Foto: evariyantylubis.com

Di antara penghuni kamar  ada manantu perempuan. Setiap hari dia  bangun sebeselum subuh. Terus beraktivitas di dapur, memasak aneka  makanan. Katanya  untuk dijual  pakai gerobak di area salah satu Kampus  di Kota Jambi.

Sebelum pergi jualan, rutin ibu 2 anak itu menyiapkan sarapan  untuk suaminya, lengkap air putih dan kopi.  Terus mengantarkannya ke kamar. 

Sang suami belum bangun. Kondisi tersebut menjadi pemandangan setiap pagi selama 3 hari saya  di sana.

Ayuk (Mbak)  itu rajin kerja. Lakinya di rumah saja. Duduk, tidur, merokok,” bisik  si bungsu di telinga saya.

Mosok iyo?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline