Dalam doaku sore ini
kulabuhkan kata sejuta duka
mengakhiri perjalanan sang pujangga
menghadap Tuhannya di surga nirwana
Jasadmu boleh saja tiada
jejak penamu tak pernah sirna
memahat kata selaksa makna
tak mampu dibayar dengan harta
Selamat berpisah wahai mutiara sastra
selamat jalan penyair penyejuk jiwa
walaupun dirimu tak lagi di sini
karyamu tetap abadi dan membumi
****
Catatan Kecil:
Prof. Dr. Sapardi Djoko Darmono adalah sastrawan legendaris Indonesia. Karena kepiawaiannya menganggit kata menjadi bait-bait puisi, namanya dikenal di dalam dan luar negeri.
Saya beruntung dapat bertemu penyair romantis tersebut akhir 2018 lalu. Saat itu beliau hadir sebagai tamu pada event Kompasianival di Loppo Mall Kemang Jakarta.
Selain menyaksikan dia membaca karyanya, sempat pula saya dan beliau berfoto shelfi. Momen itu merupakan pertemuan pertama dan terakhir saya bersama Sastrawan bersandi nama SDD tersebut.
Semasa sekolah, saya benci pelajaran puisi. Karena bahasanya rumit dan susah dimengerti. Ketika belajar Kesusastraan, yang materi bahasannya puisi, saya mengikutinya dengan keterpaksaan.
Sejak membaca karya Eyang SDD, saya mulai tertarik memahami bahasa puisi. Ternyata tidak sulit-sulit amat.
Sajak beliau yang pertama saya baca adalah,