Saya bukan penyayang kucing, tidak pula pembenci kucing. Apabila ada anak kucing dibuang sekitar rumah saya dan ngeong-ngeong karena kelaparan, saya berikan dia makan. Dengan syarat, tidak boleh masuk rumah. Paling oleh cowok gantengku dibuat tempat tidurnya di luar rumah.
Sebaliknya, kedua anak saya penyayang kucing. Terutama si bungsu (cowok). Dimanapun dia berada kucing tetap menjadi perhatiannya.
Jangan coba-coba memarahi/memukul kucingnya di hadapan dia. Kalau tak mau melihat matanya melotot dan marah.
Semasa dia kecil sering saya mual tersebab kelakuannya. Diam-diam dia tidur satu selimut dengan kucing, membantu proses persalinan saat kucingnya melahirkan, sampai dikencingi kucing dalam gendongannya.
Bukan satu dua ekor. Tetapi sampai belasan. Puas saya menasehati, tetapi dianggapnya saja angin lalu. Suka atau tak suka saya terpaksa mengalah.
Kalau ada kucingnya mati, dibuatnya kuburan dan dia catat dalam buku harian dengan caption penuh ratapan.
Sikap penyayang pada kucing ini juga menempel pada cucu-cucuku.
Sekarang si bungsu sudah 36 tahun, kasih sayangnya pada kucing masih tertanam dalam kesehariannya. Kendatipun sedikit agak berkurang. Kalau ditanya apa alasan dia gemar memelihara kucing, jawabnya hanya satu, "Karena Rasul juga penyuka kucing."
Ya, sudah. Itu pertimbangan dia. Beda dengan alasan saya yang tidak terlalu suka pada kucing.
1. Saya alergi terhadap bau tak sedap. Versi saya, kalau kucing kelewat banyak aromanya pesing-pesing busuk. Meskipun buang airnya diatur pada WC khusus. Terlebih kucing betina yang sering melahirkan. Satu kali beranak sampai 7 ekor. Dibuang takut dosa. Tetangga tak ada yang mau mengadopsi.
2. Kalau kebetulan terlihat dia muntah, Ya Allah ...., Mohon ampun. Bukan lebai. Saya muntah duluan sampai menguras isi perut. Andai saya sendirian di rumah, untuk membuangnya saya tunggu suami pulang.