Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Ketika RI Jadi Negara Maju, Bocah Miskin Makan Sabun

Diperbarui: 28 Februari 2020   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto MEDANmerdekaAmir

Ketika pemerintah dan sebagian masyarakat RI berbangga dengan dicoretnya Indonesaia dari status negara berkembang, berganti dengan negara maju oleh Amerika Serikat, tak berpengaruh apa-apa bagi masyarakat akar rumput di pedesaan. Mereka tidak ambil pusing dengan efek positif dan negatifnya terhadap perekonomian negara Indonesia. Yang mereka pikir,  bagaimana bisa makan sesuap pagi, sesuap petang.

Empat hari terakhir, saya terenyuh dengan pemberitaan dari berbagai media daring. Tiga bocah kakak beradik terpaksa makan sabun karena kelaparan.

Yang  paling besar Novri (9), nomor 2 Juliandi (7) dan si bungsu  Andika (4). Ketiganya diasuh oleh ayahnya Rosul (45) dan neneknya Soriani Batubara (80) di rumah sederhana 6x6 meter peninggalan suaminya, di Desa Muara Tais II, Kecamatan Angkola Muara Tais, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara.  

Kedua orangtua  Novri bersaudara ini telah bercerai. Ibunya kabur dan telah menikah dengan pria lain. Ayahnya cuma pekerja serabutan, yang hanya dapat uang kalau ada orderan mencangkul dan membersihkan kebun. Kondisinya diperparah karena kesehatan jiwanya agak terganggu.

Kebiasaan makan sabun ini mereka lakukan karena tidak ada yang dimakan untuk menghilangkan lapar.

Meskipun dalam keadaan susah, Novri rajin ke sekolah. Kini dia duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Untuk membantu beban keluarga, Novri  menerima upah mencuci pakaian tetangga di sungai. Kedua adiknya ikut mendampingi. Dari situlah mereka memperoleh sabun untuk dimakan. 

Ironisnya, sebuah Plang Pos Yandu yang  bertuliskan imbauan, "Tambah umur, Tambah berat, Tambah sehat," dengan gambar Ketua TP PKK Tapsel Hj Saufina Syahrul Pasaribu terpajang gagah di halaman rumah Soriani Batubara.

Namun, kepada awak media nenek  Soriani mengaku, keluarganya tidak pernah mendapatkan bantuan apa-apa  dari pemerintah desanya. Seperti,  program keluarga harapan (PKH), kartu sehat, beras miskin, bahkan program bantuan sekolah buat cucu-cucunya. Baru sekarang dirinya mendengar program bantuan tersebut.

Kisah ini diketahui publik setelah diberitakan oleh media lokal MedanMerdeka.com, Minggu (23/2). Terus tersebar luas oleh warganet di media sosial.

Biasa. Lagu lama. Setelah viral di dunia maya, banyak pihak yang kasak kusuk. Sekarang, tiga beradik itu sudah dibawa ke Puskesmas oleh pihak terkait untuk pemeriksaan kesehatan.

Sulit dipercaya kalau sebelumnya pemerintah desa tidak mengetahui, bahwa warganya telah lama dilanda kelaparan sampai-sampai makan sabun. Kecuali masyarakat setempat membekap mulut, aparat desanya menutup telinga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline