Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Pemerintah Serius Mengurangi Angka Kemiskinan? Lakukan Hal Sederhana Ini!

Diperbarui: 14 Februari 2020   20:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ef, petani karet sedang terbaring sakit. Foto kiriman Imelya

Bertahun-tahun bermuram durja, kini petani  sawit bisa sedikit tersenyum.  Beberapa bulan terakhir nilai jual sawit berangsur bangkit.  Untuk priode 7-13 Februari 2020, Harga Tandan Buah Segar (TBS)  Sawit Provinsi Jambi, antara Rp 1.441,45-1.830,83 / kg. (InfoSAWIT08/02/2020).  Padahal, sebelumnya pernah terhempas ke angka Rp 5000/kg di tingkat petani.

Sebaliknya petani karet menjerit pilu karena nilai jual getah turun drastis.  Sekarang di daerah saya, Kabupaten Kerinci, Jambi, di tingkat petani cuma Rp 5000/kg.

Mendingan menggores/menyadap  karet sendiri.  Andai bekerja di kebun orang lain, berapa pendapatan penyadapnya. Misalkan seseorang dapat mengumpulkan getah  10  kg per hari, dia hanya berhak dua pertiga dari hasil penjualan. Sisanya  jatah empunya. Kalau hari hujan tukang gores malah tak  berpenghasilan sama sekali.

Sangat tidak seimbang dengan biaya operasionalnya. Belum lagi energi yang terkuras, darah yang dihisap pacat dan nyamuk.

Di kampung saya nyamuk di kebun karet,  seperti kawanan lebah. Tanpa anti nyamuk bakar  jangan diharap penyadap bisa fokus. Menggunaka krim sejenis autan tidak mempan.

 "Habis mau bagaimana lagi,"  keluh Ef petani karet sekaligus penggores. "Mau diganti dengan tanaman lain semisal sawit, dikasih makan apa anak isteri menjelang tanaman baru berproduksi. Lagi pula hati ini  masih berharap, harganya kembali  seperti sebelum tahun 2012" tambah ayah 2 anak itu.  

Kini pria 43 tahun itu terbaring lemas di tempat tidur tersebab sakit.  Dia mengklaim  penyakit yang  menderanya saat ini efek dari profesinya sebagai penyadap karet. Perutnya sekeras batu. Kalau diisi napasnya sesak.

Sebagai orang kampung saya paham kondisi ini.  Penyakit begitu  memang langganan  tukang sadap.  Sebab, ketika mereka menoreh  pohon karet, yang  tegang bukan hanya otot tanangan. Perutnya juga ikut kejang. Terutama jika garis sayatannya terlalu tinggi,  karena luka pohonnya bagian bawah belum sembuh.

Selama sakit Ef tak mampu lagi menafkahi anak isterinya. Sementara dia tak punya tabungan sepersenpun. "Bagaimana saya menabung, untuk makan sehari-hari saja ngos-ngosan," katanya.

Pohon dan getah karet. Dokumentasi pribadi.

Ini adalah potret kemiskinan yang dialami oleh satu dari 9,22 persen penduduk miskin di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline