Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Ternyata di Negara Ini Meratapi Jenazah Butuh Duit Ratusan Juta

Diperbarui: 5 November 2019   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: httpperindusyahid119.blogspot.com

Meratap tatkala ditinggal mati oleh orang tercinta sangat dilarang oleh Rasul. Yang dibolehkan hanya menangis, sebagai pelampias rasa sedih. Bukan berteriak-teriak, mengungkit-ngungkit  kebaikan si mayit semasa hidupnya, seolah-olah keluarga yang ditinggalkan tidak ridho menerima kematian yang ditetapkan oleh Allah SWT.   

Rasul bersabda, "Wanita yang meratapi mayit, jika dia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba, maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dengan memakai kain (baju) yang terbuat dari timah cair dan memakai pakaian dari kudis." (HR. Muslim no. 934).

Kenapa disebutkan wanita? Karena yang suka meratap itu adalah emak-emak. Laki-laki pun jika  meratap dan belum bertaubat sampai meninggal dunia, dia juga berhak terkena ancaman hukuman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.

Saya salut dengan warga daerah saya berdomisili sekarang. Kapan ada anggota keluarganya meninggal, kaum kerabat menghadapinya dengan tenang. Tak sedikit pun terdengar suara ratapan. Kecuali bacaan Surah Yasin. Isak tangis pun termasuk hal langka. Mulai mendiang dinyatakan meninggal, sampai selesai pemakaman.

Sejatinya, meratapi mayat merupakan tradisi  turun temurun oleh sebagian masyarakat yang sulit dihilangkan.

Di  suatu kampung yang pernah saya diami, kalau ada vestifal meratap mayat  tingkat nasional, menurut saya pantas salah satu emak-emak di sana juaranya. 

Bukan lebay. Apabiala seorang perempuan telah meratap, jangankan manusia, hewan di sekitarnya mungkin juga meneteskan air mata. Sudah tangisnya mendayu-dayu, ditambah tutur ratapannya yang menyayat pilu. Saya tak tahu apakah sekarang kebiasaan tersebut masih dipraktikan  atau tidak. 

Andai seorang suami meninggal dalam usia masih muda, isterinya meratap kira-kira begini, "aduh, Maaasss ...! Tumbang sudah  pohon besar tempatku bersandar. Ke mana aku dan anak-anakmu mengadu. Kau tinggalkan aku dalam kesulitan. Anak-anak kita masih kecil, Maaasss ... bla ...bla ...." (dalam bahasa daerah).

Celakanya, belum tumbuh rumput di tanah kuburan, dia mulai mencari suami baru. Meskipun tidak semua.

Bukan berarti mereka tidak pernah diberikan pencerahan oleh ustad dan orang yang mengerti agama. Mungkin mereka menganggap tanpa meratap tandanya tidak sayang kepada anggota keluarga yang meninggal.

Justru kadang-kadang menimbulkan fitnah. "Eh ... si Anu, waktu bapaknya meninggal, air mata gatalnya aja tak keluar. Mungkin dia senang. Biar bebas menguasai tanah dan sawah,  bla ... bla ...."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline