Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Pengalaman Pahit Mengawali Kehidupan Berumah Tangga

Diperbarui: 27 Oktober 2019   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: tribratanews.jateng.polri.go.id

Enam bulan lulus SLA (Juli 1974), saya dan doi memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. Waktu itu saya 21 tahun, cowokku 23 tahun. Lebih dewasa menurut ukuran kampung. Tetapi belum matang di segi ekonomi.

Sesuai komitmen semasa pacaran, pasca-menikah, saya dan suami langsung pindah rumah. 

Kami buka warung kopi kecil-kecilan. Dua belas kilometer dari kampung saya, empat kilometer dari kediaman mertua. Posisinya di pinggir jalan raya, Padang-Sungai Penuh, bersebelahan dengan gedung Sekolah Dasar. 

Pagi-pagi pelanggan kami golongan bapak-bapak. Mereka ngopi sambil menyantap gorengan panas dan kue-kue lainnya. Malamnya diramaikan oleh pemuda. Jam istirahat sekolah, giliran siswa SD.

Pemuda hobinya minum susu panas dan makan super mie. Anak SD suka bubur kacang hijau, lontong, dan kue basah buatan saya. Warung kami lumayan ramai, keuntungan yang kami peroleh berkali lipat. Hal tersebut imbas dari hasil tani (kopi, damar) yang saat itu dihargai mahal. 

Rupanya, kondisi ini hanya berlaku kurang lebih 3 bulan. Selepas itu, warung berangsur sepi. Yang bertahan hanya anak sekolahan. Jajanannya roti dan permen.

Penyebabnya, kerena diutangi. Pertama pembeli jujur, habis minum langsung bayar. Setelah itu, minum lagi. Lama-lama, usai minum mereka bilang, "Ngutang dulu, ya. Hari sabtu saya bayar. Tolong dicatat biar tidak lupa." Hal serupa berlaku juga untuk rokok, yang untungnya lebih tipis daripada kulit ari.

Sekali dua kali sang oknum tepat janji. Kali kedua, ketiga mulai berulah. Jangankan singgah, lewat di depan rumah saja mereka seperti tak kenal.

Ironisnya, ada oknum yang mati rasa dan mati hati, bulan berikutnya dia mampir lagi. Utang lama pura-pura lupa. Minta dibikinin minum ditambah gorengan panas. Eh..., penyakit lamanya kumat. Rata-rata mereka bersikap demikian. Termasuk sebagian emak-emak. Karena kami juga menjual barang-barang keperluan harian.

Kami berusaha untuk bertahan. Saya menerima jahitan kecil-kecilan. Dikerjakan saat anak sekolahan mulai sepi. Lumayan tersiksa. Bawaan hamil muda saya ngantuk sepanjang hari. Sedangkan pesanan pelanggan harus siap sesuai tanggal perjanjian.

Suami memilih untuk bertani. Mula-mula menanam kacang tanah. Hasilnya, bibit 1 karung, out putnya 1,5 karung. Kualitasnya jelek. Kata orang-orang, jarak tanamnya terlalu rapat. Teman sebelah hasilnya melimpah, keuntungannya berlipat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline