Sebelum menulis di kompasiana, saya adalah penulis beken media internasional milik Mark Zuckarberg. Sejak bergabung di perusahaan berlogo "f" tersebut, tulisan saya belum pernah ditolak. Malahan begitu diposting, disukai oleh puluhan bahkan ratusan likers.
Suatu saat saya berpikir, hingga sampai ke satu kesimpulan. Ternyata saya adalah jurnalias bodoh. Tulisan saya tak pernah dibayar. Sementara sang pemilik perusahaan semakin hari kian kaya raya.
Suatu hari sahabat fasebook saya Umi Sakdiyah Sudwijo, mengenalkan saya pada Kompasiana. Sebuah media warga, jelmaan dari blog jurnalis Kompas.
Usai mendaftar di kompasiana, akun saya sempat berdebu untuk beberapa minggu karena tak dijamah. Pasalnya, setelah membaca beberapa artikel di blog keroyokan tersebut, mental saya down ke titik terbawah.
Saya berasumsi, kompasiana bukan untuk manula seperti saya. Penulisnya bukan orang sembarangan. Baground mereka beraneka latar. Mulai dari dosen, profesional, bankir, ekonom, politikus, dokter, dan penyandang profesi bergengsi lainnya. Justru ada beberapa yang bergelar profesor.
Ya, sudah. Saya nekad dengan bismillah. Tanggal 09 Desember 2017, tulisan pertama saya meluncur. Judulnya, Tragedi Sarung Ajaib dan Batik Anti Api. (322 kata).
Seketika demam nervous melanda. Dada saya bergetar hebat. Saya khawatir postingan saya eror dan nyasar ke mana-mana. Malu dibaca publik. He he.
Padahal, sebelumnya saya meyakini tak ada yang salah dengan artikel tersebut. Sebab, sebelum tayang saya mengutak-atiknya seminggu lebih. Palingan, Mas dan Mbak editornya dapat mengukur, seberapa dalam ilmu penulisnya.
Kekhawatiran saya musnah, setelah menyaksikan tampilanya di linimasa saya tak berbeda dengan artikel kompasianers lainnya. Bila teringat momen tersebut saya malu pada diri sendiri.
Setelah bergabung beberpa bulan, saya mulai menikmati asyiknya menulis di kompasiana. Warganya ramah diajak berinteraksi. Tanpa membedakan status sosial satu dengan lainnya.
Sebelumnya saya terbiasa dengan gonjang-ganjing di facebook. Khusus di grup kepenulisan Komunitas Bisa Menuis (KBM), saling kritik yang berujung perkelahian di udara adalah masalah umum. Kasus begini tidak saya temui di kompasiana. Inilah yang membuat saya betah berada di sini.