Begitu cawapres 01 K.H. Ma'ruf Amin tampil di layar televisi Kamis malam 17 Maret 2019 itu, jantung saya langsung berdebar. Di mata saya terpapar bayangan sepuh kelahiran Tangerang itu terkulai tak berdaya menghadapi lawan debatnya Sandiaga Uno cawapres nomor urut 02, pasangan Prabowo Subianto. Seorang anak muda yang energik, terkenal hebat pintar, dan cerdas.
Sebelum debat, banyak kalangan yang mengkhawatirkan kemampuan Pak Kiai ini. Membullynya di medsos dengan kata tak pantas. "Siapkan anbulance di luar ruangan. Kapan dia KO melawan Sandi tinggal melarikan ke rumah sakit."
Tidak sedikit pula yang menakut-nakuti dengan nada pasimis. Di antara mereka berempat (kedua pasang capres/cawapres), hanya Pak Ma'ruf Amin yang belum berpengalaman berdebat. Jadi, selebritis yang ditunggu-tunggu kehadirannya adalah beliau.
Kekhawatiran publik semakin memuncak pasca debat pertama. Dalam kesempatan tersebut beliau dianggap zero kreatif dan irit bicara.
Hati saya agak lega setelah Ketua MUI non aktif itu menyelesaikan debat sesi pertama. Akhirnya keraguan saya terpatahkan setelah beliau menuntaskan bagian-bagian berikutnya dengan sukses. Kemampuan Pak Ma'ruf Amin dalam beradu gagasan mencerminkan sosoknya yang matang dalam usia dan kenyang dalam pengalaman. Tidak kalah energik dengan rivalnya Sandiaga Uno. Generasi zaman now, 26 tahun lebih muda daripadanya.
Data-data dapat dia ingat dan sampaikan dengan baik. Meski ada sedikit kurang enak dilihat, ketika membahas tema pendidikan beliau pakai catatan kecil. Bukankah Sandi Uno juga menggunakan gadged?
Saya tidak mengulas masalah kelebihan dan kekurangan kedua cawapres tersebut. Pokoknya, versi saya pertarungannya 12-11. Mekipun pasca debat masing-masing kubu mengklaim jagoannya super hebat. Itu sah sah saja. Kelompok mana yang mau mencuci garamnya sendiri.
Jika anak milenial tampil perfek adalah soal biasa. Namun kalau kakek milenial yang unjuk kebolehan dengan superior, itu baru luar biasa.
Terlihat jelas usia tua tidak selalu membatasi sesorang untuk beraktivitas. Yang penting ada kemauan untuk melakukannya. Dan yang lebih penting harus didukung oleh kesehatan yang prima.
Mungkin tersebab diri ini sama-sama kelas manula, saya penasaran dengan manusia-manusia seperti ini. Resep apa saja yang mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari sehingga di usia senja mentalnya terus terjaga, ingatannya masih tajam layaknya anak muda.
Saya sepuluh tahun di bawah Pak Kiai Ma'ruf, erornya minta ampun. Kadang-kadang berencana mengambil sesuatu. Belum sedetik beranjak ke tempat yang dituju, stop kontaknya terkunci otomatis. Hm ..., sinyalnya kabur.