Maria, begitu dia disapa. Kedengarannya nama ini milik wanita. Tapi siapa menyangka anak muda 31 tahun Kelahiran Desa Tanjung Tanah ini lelaki tulen dan jantan. Kepribadiannya yang ramah, membuat siapa saja yang berinteraksi dengannya merasa nyaman. Termasuk saya. Sosok yang bernama asli Mahria Agustia ini adalah pemilik konter HP Mifdal Cellular yang beralamat di Jalan Arif Rahman Hakim Kota Sungai Penuh. Tepatnya di depan SMA Negeri 1.
Setiap ke Sungai Penuh, saya nyaris tak pernah alpa mampir di sana. Maklum nenek gaptek. Kadang HP berulah, laptop eror, sampai ke kamera foto yang salah stelan. Kepadanyalah saya mengadu. Jika konternya lagi sepi, saya dan suami sengaja berlama-lama sambil bertanya ini itu menyangkut penggunaan barang elektronik dan cara menanganinya jika ada kesalahan ringan. Meskipun keahlian menyervis HP dimanfaatkannya untuk mencari duit, Maria bukan tipe orang pelit ilmu. Saya bayar, dia sering menolak. Jadi acap kali gratisnya. Hm ..., hm.
Kemarin, tanpa sengaja saya menanyakan kunci rahasia usahanya, yang menurut saya berkembang pesat dalam waktu relatif singkat.
"Bermula dari modal Rp 20.000 saya dan Yulia Nasrita teman kuliah beda jurusan, patungan memberanikan diri mendaftar ke agen untuk menjual pulsa. Heh ... tiada terasa dalam dua tahun bisa bertahan dan sedikit berkembang. Persahabatan dengan Yuli pun masih terjalin erat."
"Berteman tapi mesra, kali?" saya menggoda.
"Tidak kok, Bu. Suatu hari salah satu teman setingkat mengusulkan agar saya dan Yuli menentukan kejelasan status. Pacarankah, atau ada janjian menikah, atau apalah, apalah." Pria berjenggot itu tertawa. "Saya berpikir ada benarnya juga. Selesai Wisuda Maret 2011, masih pakai toga saya ajak Emak dan ayah melamar ke orangtua Yuli."
"Tak ada halangankah dari Ayah Bunda? Kalian kan beda suku?"
"Keluarga kedua belah pihak mendukung, Bu. Ayah saya mengerti agama. Beliau menghargai perbedaan. Karena berbeda itu rahmatan lil alamin. Begitu juga orangtua Yuli."
Saya terkagum-kagum. "Kisah cintamu unik. Apa pe de melamar anak gadis orang belum bekerja."
"Rezeki Tuhan ngatur Bu. Yang penting niat berumah tangga itu ikhlas disertai tekad yang kuat untuk berani hidup mandiri. Tanpa bergantung kepada orangtua atau mertua. April 2011 kami ke pelaminan. Setelah nikah, modal yang dibangun dari patungan Rp 20.000 dahulu kami satukan. Buka warung pulsa, rental komputer, kecil-kecilan di dusun tempat Emak dan Ayah saya."
Sebenarnya cikal bakalnya pintar berusaha telah terlihat sejak dia masih kuliah. Di samping menjual pulsa, ayahanda Mifdal dan Mirza ini tidak malu nyambi sebagai pedagang tahu keliling, mengetik naskah tugas teman/skripsi seniornya, dan kerja apa saja yang bisa menghasilkan uang. "Semasa kuliah saya terbilang mewah. Pernah ayah saya bilang, saya sombong. Karena menolak diberi uang semester," kenangnya.