Lihat ke Halaman Asli

Nursini Rais

TERVERIFIKASI

Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Begini Cara Masyarakat Inggris Mengelola Barang Bekas

Diperbarui: 18 Oktober 2018   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Pixabay)

Salah satu tradisi masyarakat Inggris adalah membuang barang-barang miliknya dan menggantinya dengan yang baru. Padahal masih layak pakai. 

Barang-barang bekas tersebut mereka sumbangkan ke badan-badan amal, untuk dijualnya kembali via Charity Shop (toko amal). Hasilnya digunakan sepenuhnya untuk membiayai gerakan riset/kemanusiaan di dalam dan luar negeri yang membutuhkan. 

Misalnya Negara yang dilanda kekeringan, peperangan atau kurang gizi, dan lain-lain sebagainya. Hebat. Tindakan yang patut dicontoh.

Charity Shop adalah perpanjangan tangan dari ratusan badan amal yang ada di seluruh Inggris. Jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh Inggris. Mahasiswa Indonesia di sana  biasa menyebutnya toko charity.

Kotak Charity. Foto kiriman Arie

 Sembilan puluh lima persen barang yang dijualnya second hand. Tapi masih bagus dan layak pakai. Lima persen lainnya kondisi baru dari kelebihan stok. Ada juga sumbangan dari pengusaha bangkrut.

Toko Charity menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan asing, untuk berburu barang murah dan bermutu buat oleh-oleh. Mirip toko BJ di Jambi.

Lalu bagaimana prosedur penyalurannya?

Pertama, donatur megantarkan benda yang dianggapnya nyampah tadi ke toko charity. Perabot, dibawa ke charity perabot. Pakaian ke charity pakaian, dan seterusnya.

Dalam hal ini terjadi hubungan saling menguntungkan. Pihak toko mendapatkan barang. Penyumbang terbantu menangani limbah. Dan para pembeli memperoleh barang dengan harga murah. Yang paling beruntung, penerima sumbangan yang membutuhkan. Baik perorangan maupun kelompok. 

Ke dua, penyumbang menaruhnya ke dalam charitybox, yang tersedia di pinggir-pinggir jalan. Dalam jangka waktu tertentu, relawan akan datang menjemput dan mengantarkannya ke toko charity. Tentu saja kotak berukuran kurang lebih 2,00 m3 ini tidak mampu menampung barang-barang besar seperti kulkas, jok, kasur dan perabot besar lainnya.

Tak ada pilihan. Limbah tersebut dibiarkan tergeletak di halaman, menjelang relawan memungutnya. Petugas persampahan tidak akan mau mengangkutnya ke Tempat Pengolahan Akhir. Kecuali limbah rumah tangga yang ada di tong-tong  sampah.

Khusus pakaian, sebelum dijual, dicuci dan diseterika sampai licin oleh relawan tanpa dibayar. Patut diancungi jempol, penduduk Inggris yang mayoritas non Muslim, memiliki budaya amal dan rasa ingin berbagi nomor wahid. Tak salah rakyat negeri Ratu Elizabeth ini didaulat sebagai bangsa yang memiliki kepedulian tertinggi di dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline