Zaman sekarang, tren bergonta-ganti pakaian bukan hanya milik orang-orang berada atau kalangan selebritis saja. Tetapi telah mewabah ke segala lapisan masyarakat Indonesia. Termasuk warga yang perekonomiannya strata terbawah. Hanya kuantitas dan kualitas pakaiannya yang berbeda-beda. Antara orang berduit dengan masyarakat biasa.
Tidak sama dengan generasi saya dahulu. Hancur satu ganti satu. Pakai baju bertambal bukan hal aneh. Masih terngiang ditelinga saya, saat Pak Guru di sekolah mengajarkan tentang kebersihan, "Biarlah baju bertambal, asal selalu dicuci dan tetap bersih."
Semasa itu (tahun 60-an), untuk salin baju sedang basah pun tiada pengganti. Kiatnya, berkemban dengan sarung. Kadangkala, setelah dicuci langsung dijemur di pinggir kali. Empunya terpaksa berendam menjelang baju kering. Ini dialami oleh hampir seluruh anak-anak di lingkungan saya.
Bersyukur individu-individu zaman milenial punya pilihan kain atau pakaian yang melimpah ruah. Dengan harga yang sangat terjangkau. Yang berkantong tebal, silakan beli di mal atau butik-butik elit. Yang punya uang sedikit, belanja saja di in door atau kaki lima. Dan, jika duitnya sangat sedikit, jangan khawatir karena masih ada pilihan lain yakni dengan membeli pakaian bekas. Masyarakat Jambi dan Palembang menyebutnya baju BJ (Bekas Jambi), yaitu pakaian bekas impor dari luar negeri. Kalau pintar memilih, dapat barang bagus dengan harga miring.
Saya tak tahu mengapa disebut baju BJ. Padahal, setiap kota mempunyai pusat penjualan barang-barang second hand. Antara lain, di Bukit Tinggi ada Pasar Lereng, Medan terkenal dengan Pasar Sambu dan, di Jakarta termasyhur Pasar Poncol, Senen.
Surganya barang bekas kota Jambi berada di Pasar Lopak Angso duo dan Kelurahan Mayang atau yang dikenal oleh masyarakat Jambi wilayah Arizona. Dapat juga di ditemui di pasar-pasar tradisional Jambi. Meskipun tidak sebanyak di Pasar Lopak dan Mayang.
Barang yang dijual pun beragam. Ada ambal, kasur, bantal, sprei, sepatu, kaus kaki, tas dan lain sebagainya. Namun yang paling diminati adalah jenis pakaian. Seperti, kaos, kemeja, celana jeans, jas dan busana wanita berbagai model dan merek. Harganya bervariasi, yang digantungan lebih mahal daripada yang teronggok.
Semasa muda, setiap ke Jambi saya tak pernah absen nongkrong di lapak loakan Pasar Lopak. Membeli atau tidak, soal belakangan, yang penting kelaparan mata saya untuk melihat model-model baju terobati.
Tabiat ini sudah melekat pada pribadi saya semenjak remaja. Mungkin karena didorong oleh bakat dan hobi saya sebagai tukang jahit nyambi. Jika ada yang sesuai selera, saya juga membelinya.
Zaman baju BJ lagi ngetop sekitar dua puluh tahun yang lalu, harganya relatif murah. Setelan celana dan blazer wanita kondisi tujuh puluh lima persen, dibandrol separuh dari upah jahit yang saya terima saat itu.
Model dan bahannya bagus, jahitannya halus dan rapi. Belum lagi kancingnya, lain dari yang pernah saya sematkan pada baju pelanggan.