Sedari kecil hingga sebelum menikah, aku tinggal di perkampungan yang didominasi etnis Betawi di pinggiran Jakarta Selatan. Dan dulu aku punya tetangga yang biasa dipanggil Mpok Manik. Orangnya sudah tua keriput namun selalu ceria. Ia pengidap latah.
Latah adalah sebuah gangguan psikologis yang disinyalir oleh Sigmund Freud sebagai manifestasi dari pikiran bawah sadar kita yang terpendam. Orang latah biasanya akan merespons secara lisan atau gerakan dengan tidak terkendali atas apa pun yang didengarnya.
Jika Mpok Manik latah atau dilatahi orang rasanya aku tak tega. Karena ia sama sekali tak punya kendali diri atas ucapan atau apa yang dilakukannya.
Misalnya, ketika ada pengamen topeng monyet beraksi, ia bisa dalam waktu lama berjoget mengikuti irama tabuhan gendang. Bersaing dengan si monyet yang jadi bintang utama pertunjukan.
Atau, contoh lain, ketika ia dikagetkan seseorang ketika hendak pergi ke warung.
"Mpok Manik!" ujar seseorang sambil menepuk bahunya.
"Eh, iye, kenape lo, Gendut!" jawabnya spontan.
Kontan yang mendengar tak kuat menahan tawa. Tinggal Mpok Manik yang kemudian meminta maaf pada sang penyapa yang kebetulan seorang ibu yang memang berbadan subur.
Yang lebih memalukan jika ia latah dengan menyebut-nyebut alat kelamin laki-laki.
"Eh, eh...k***** (maaf, disensor)!"