Lihat ke Halaman Asli

Nursalam AR

TERVERIFIKASI

Penerjemah

Kisah Nyata Korban Banjir Jakarta

Diperbarui: 27 Februari 2021   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengungsi banjir Jakarta 2007/Foto: theguardian.com

Ramainya pemberitaan seputar banjir Jakarta, berikut kisruh politik perbanjiran, di awal 2021, mengingatkanku pada nostalgia banjir bandang Jakarta pada Februari 2007, di saat tahapan kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta antara Fauzi Bowo versus Adang Darajatun.

Nostalgia 2007

Ya, hari itu. Tepat 14 tahun silam.

Nostalgia itu berkelebat sedetail-detailnya. Kendati pun saya kerap berusaha mengenyahkannya dari ingatan, seperti juga kenangan para mantan.

"Ya Allah, Mpok Minah belum mau turun juga. Padahal kan air udah sampai lantai dua rumahnya!"

"Sialan. Gue lupa bawa buntelan baju. Lupa tadi pas ngangkatin tipi!"

Seorang ibu bertampang keturunan Tionghoa menangis tersengguk di ujung pagar. Kacamatanya berembun. Ia sibuk memijit tombol ponselnya dengan tangan gemetar.

Malam Ahad. 2 Februari 2007. Hujan deras. Hawa dingin menusuk.

Warga berkumpul cemas di halaman kantor kecamatan Pancoran dan sebuah kampus universitas swasta di kawasan Pengadegan, Jakarta Selatan. Pakaian mereka seadanya. Sebagian ibu bahkan hanya mengenakan daster tipis yang menonjolkan auratnya.

Tapi rasanya saat itu tidak ada yang peduli ada apa di baliknya. Semua pandangan tertuju ke arah tanjakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline