Lihat ke Halaman Asli

Nursalam AR

TERVERIFIKASI

Penerjemah

Kenangan Hari Pertama Menjadi Ayah

Diperbarui: 15 November 2020   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kelahiran anak pertama. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Di Hari Ayah Nasional yang jatuh setiap 12 November ini, izinkan aku mengisahkan ulang kenangan hari pertamaku menjadi seorang ayah pada dua belas tahun silam.

Apa pun pengalaman pertama, seperti hari pertama masuk sekolah atau malam pertama pernikahan, selalu menegangkan. Demikian juga hari pertama menjadi seorang ayah.

Di awal hari, aku bingung hendak izin tidak masuk kantor lagi atau tidak. Sebab sehari sebelumnya aku sudah minta izin dari bos untuk absen sehari terkait persiapan persalinan.

Jumat pekan sebelumnya aku juga izin karena ada jadwal check-up kandungan istri di sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta Timur. Dan dokter meminta aku untuk ikut datang karena ada masalah dengan kandungan istriku. Jadi ini hal penting yang membutuhkan aku sebagai decision maker, pengambil keputusan.

Berdasarkan hasil USG, rupanya posisi bayi kami menyamping alias melintang. Juga terlilit tali pusat. Tidak ada jalan lain, kata sang dokter, selain operasi sectio caesare (SC) atau caesar.

Padahal istriku sudah aktif senam hamil sejak beberapa bulan sebelumnya.

Kabarnya ini akibat kandungan istriku sempat dipijat dukun pijat saat usia kehamilan tiga bulan, karena letak kepala bayi yang sudah menukik di jalan lahir, sehingga istriku susah berjalan dan kami kuatir terjadi keguguran. Ternyata itu keputusan yang salah karena justru mengganggu pergerakan alamiah sang bayi.

Benar kata orang bijak, saat istri kita hamil, semua orang di sekeliling kita mendadak menjadi ahli kehamilan. Semua memberikan saran dan rekomendasi tak peduli benar-benar tahu atau cuma sok tahu. Tapi semua terpulang kepada kita sebagai decision maker. Dan saat itu aku membuat keputusan yang keliru. Maafkan Abi, ya Ummi, ya Nak!

Dengan menahan nafas, karena kecewa istriku tak bisa melahirkan normal sekaligus terbayang bilangan nominal tabungan yang akan keluar, sang decision maker yang pernah keliru ini menyanggupi. Lebih tepatnya, terpaksa menyanggupi karena toh tak ada opsi lain.

Disepakatilah jadwal check-up terakhir, yang jika perlu, berdasarkan hasil pemeriksaan lab dan lain-lain, merupakan tanggal operasi persalinan pada hari Selasa, 18 November 2008. Menurut ancer-ancer dokter, operasi caesar akan dilakukan pada pukul lima sore.

Nah, di Selasa pagi itulah, sebagai pekerja di sebuah biro penerjemahan dan juga calon ayah, aku terjebak dilema.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline