Dalam banyak kisah legenda atau tradisi masyarakat kuno, jika suatu suku atau komunitas melakukan perdamaian atau takluk pada suatu kekuatan di luar kekuatan mereka atau kekuatan gaib, biasanya dipersembahkan tumbal atau seserahan manusia sebagai tanda perdamaian atau ketundukan.
Di zaman Mesir kuno, yang dijadikan tumbal biasanya gadis muda yang masih perawan, untuk dipersembahkan kepada para dewa.
Tubuh para perawan suci itu dilemparkan hidup-hidup dalam keadaan terikat ke dalam Sungai Nil yang beraliran deras. Hingga akhirnya mereka tewas hidup-hidup demi kesenangan para dewa. Setidaknya demikian dalam keyakinan masyarakat Mesir kuno saat itu.
Nah, jika sepekan lalu, per 7 Mei 2020, Presiden Jokowi mengumumkan "perdamaian" dengan virus Corona, lantas apa tumbalnya?
Saya khawatir pernyataan terbaru dari Letjen TNI Doni Monardo dapat ditafsirkan demikian.
Pada Senin, 11 Mei 2020, sang jenderal Doni Monardo dalam kedudukannya sebagai ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan bakal memberi kesempatan kepada kelompok usia di bawah 45 tahun (U-45) untuk tetap bekerja selama pandemi virus Corona.
"Kelompok ini tentu kita beri ruang untuk bisa aktivitas lebih banyak lagi sehingga potensi terkapar karena PHK bisa kami kurangi," ujar Doni Monardo dalam jumpa pers virtual melalui akun Instagram Sekretariat Kabinet.
"Kelompok muda usia di bawah 45 tahun mereka adalah secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan rata-rata kalau toh terpapar belum tentu sakit. Mereka tidak ada gejala," lanjut sang perwira TNI Angkatan Darat tersebut.
Alasannya, kelompok usia di bawah 45 tahun ini tidak rentan terpapar virus Corona. Secara fisik, kebanyakan mereka yang berusia di bawah 45 tahun sehat dan memiliki mobilitas tinggi.
Sementara itu, angka kematian akibat virus corona dari kelompok usia di bawah 45 tahun ini hanya 15 persen. Sementara angka kematian tertinggi 45 persen dari kelompok usia 60 tahun ke atas.