Lihat ke Halaman Asli

Nursalam AR

TERVERIFIKASI

Penerjemah

Anarko Dibekuk, Buku Tere Liye Terpuruk?

Diperbarui: 20 April 2020   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel terbitan Gramedia karya Tere Liye yang disita sebagai barbuk vandalisme Anarko Sindikalis/Sumber: goodreads.com

Genap sepekan sudah para anggota kelompok yang dinamakan Anarko Sindikalis yang melakukan aksi vandalisme di Tangerang (Banten) dan Banjar (Jawa Barat) dibekuk pihak kepolisian.

Berdasarkan jumpa pers virtual yang digelar Polres Banjar pada Ahad, 12 April 2020, selain barang bukti foto coretan vandalis mereka yang bernada agitasi dan provokasi, seperti "Kill The Rich" dan "Saat Krisis, Saatnya Membakar", juga dihadirkan tujuh buku sebagai barang bukti aksi vandalisme kelompok Anarko Sindikalis tersebut. Antara lain berjudul Muhammad Mark Marhaen, Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat, Bertuhan Tanpa Beragama, Sex dan Revolusi, Syekh Siti Jenar, Nietzsche Sabda Zarathustra, dan Negeri Para Bedebah.

Judul buku yang terakhir itu adalah sebuah novel karya novelis muda Tere Liye yang telah menerbitkan sekitar 40-an judul novel yang laris manis dan populer. Sontak para penggemar Tere Liye serta pemerhati buku dan literasi lantas mempertanyakan penyitaan sekaligus penetapan novel populer tersebut sebagai barang bukti atau barbuk tindak vandalisme.

Kalangan netizen alias warganet bahkan menganggapnya sebagai dagelan yang tidak logis. Itu terungkap dalam berbagai ekspresi cuitan, postingan status serta meme kritis nan jenaka di Twitter dan platform media sosial lainnya.

Terlepas dari kemunculan (kembali) kelompok Anarko Sindikalis, yang pernah berulah pada May Day 2019 di Jakarta dan Bandung, yang konon disebut-sebut sebagai "tumbal" prakondisi Darurat Sipil dalam upaya penunggangan isu wabah COVID-19, sebagaimana perkataan Joseph Brodsky (1940-1996), seorang penyair Rusia yang mengasingkan diri ke Amerika Serikat karena tekanan rezim penguasa Komunis, sejatinya polisi juga telah melakukan suatu "tindak kejahatan".

Menurut Brodsky, "There are worse crimes than burning books. One of them is not reading them." Ada banyak kejahatan yang lebih buruk daripada pembakaran buku. Salah satunya adalah tidak membacanya. 

Nah, sudahlah tidak membacanya, menyitanya pula! Sungguh kejahatan berganda!

Namun saya berhusnuzon bahwa para bapak polisi yang intelek dan terhormat itu tentulah sudah membaca buku-buku sitaannya. Barangkali bahkan mereka berpegang pada perkataan Cassandra Clare, seorang novelis Amerika Serikat kelahiran Iran yang mengatakan supaya berhati-hati kepada buku, karena kata-kata memiliki kekuatan untuk mengubah diri kita.

"One must always be careful of books...for words have the power to change us," demikian kutipan perkataan sang novelis muda kelahiran 1973 itu.

Baca Juga: Anarko Sindikalis, Vandal atau Tumbal?

Negeri Para Bedebah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline