Tersihir peresmian jalan tol dan bandara, nyaris tak sadar bahwa pertumbuhan ekonomi jalan ditempat. Gambar ikonik seorang lelaki berfoto ditengah hutan yang hangus, memanjat menara, dan cuci muka dengan air laut. Selain untuk nambah materi berita dan dijadikan poster, sampai sekarang saya masih berpikir keras mencari apa manfaat akting seperti itu bagi kepentingan rakyat.
Sungguh banyak unek-unek yang ingin sekali keluar mencari pelampiasan. Meletup dada ini melihat nalar dan logika jungkirbalik. Seorang jelata tak berani mengungkap rasa kecewa karena takut dibikin repot, bahkan digilas buldozer
Miris melihat media mainstream berlagu seperti wakil rakyat zaman orde baru, satu irama dalam memuja. Para pengamat yang begitu ganas di rezim lalu bersembunyi, hingga kemudian konstruksi APBN nyaris gagal fiskal seandainya tak datang Sri Mulyani melakukan renovasi. Hingga tulisan ini dibikin, bahkan lagu manis itu malah nyaring terdengar tiap Detik hingga susah dibedakan itu berita atau iklan berbayar. Kebalikannya, berita buruk disembunyikan seolah semua baik saja.
Mereka itu mungkin cinta sejati yang tak akan berpaling. Mungkin juga sekelompok orang yang terlanjur mencaci pacar lama dan memuji gebetan baru, kalau ngatain si dia jelek malu dibilang salah pilih. Paling menakutkan kalau ternyata 'dibeli' dengan recehan segelintir borjuis demi melanggengkan kekuasaan yang sesuai selera mereka. Baru saja ada berita sebuah perusahaan membayar ratusan juta pada konsultan untuk membangun citra positif di media dalam sebuah kasus korporasi, cara seperti ini tak dipungkiri juga bisa berlaku untuk pencitraan seseorang. Sekedar mengingatkan, begajulan bernama Silvio Berlusconi terpilih bertahun tahun jadi PM Italia lantaran menguasai hampir semua media di negerinya Balotelli itu.
Ketika UU ITE dipancarkan, saat itulah sinyal demokrasi mulai diredupkan. Terbaca bahwa pemilu 2019 telah dimulai jauh lebih awal, kuda-kuda untuk dua periode. Citra si dia tak boleh dirusak, yang berani mengganggu akan 'dibikin repot'. Kasus Ongen adalah pesan kuat untuk seluruh rakyat.
Tentu saja bukan Raja dan Hulubalang yang akan turun langsung, karena citra nasional dan internasional perlu dijaga. Namun seorang fansboy atau relawan dari gang sempit sekalipun bisa membawa anda ke penjara dengan pasal pencemaran nama baik. Pasal karet yang bisa diterjemahkan sesuka hati, minimal bikin repot mondar mandir ke kantor polisi.
Tidak banyak orang yang berani kritik dengan keras karena takut khilaf kata dan kalimat. Lihat nasib Buni Yani yang cuma gara-gara ninggalin satu kalimat langsung dibikin libur mengajar. Saya sangat yakin milyaran (ya, milyaran termasuk leluhur) rakyat indonesia mengurungkan niatnya mengkritisi pemerintah karena takut melihat meja berwarna hijau.
Saat tulisan ini dibuat, saya sungguh benar-benar teliti setiap kata dan mengedit berulang-ulang kali. Kreatifitas liar saya terbelenggu, bahkan menyebut nama pun tak berani. Kasihan keledai, kadal, kodok dan cebong yang makin susah masuk dalam dunia sastra. Sebagai jelata yang butuh hidup layak dan sejahtera saya takut dibikin repot, apalagi digilas buldozer.
@NurRotan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H