Lihat ke Halaman Asli

HORUS LIN K.

Mahasiswa

Malaikat Minggu Pagi

Diperbarui: 2 Januari 2023   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang anak sedang duduk. Diam. Terpaku menatap ayahnya di sofa seberang. Sinar mentari pagi menyelinap masuk melalui celah ventilasi. Berkas-berkas cahaya jingga menerangi wajah pria di hadapannya. Setumpuk luka gores menyala terang, menampilkan jeri tak terbilang.

"Yah," ujar lembut si anak. Matanya menatap tajam. Pandangannya menusuk ke arah depan. Kedua tangan terkepal menopang posisi duduknya yang condong penasaran.

"Ayah percaya malaikat itu ada?"

Sebuah kalimat tanya meluncur dari mulutnya. Menembus ruang di antara mereka, menikam target. Gerakan tangan si ayah terhenti. Belati perak di tangannya mulai bergetar.

"Percaya."

Ia melepas belati dari tangannya, berkelontangan di meja kaca. Kali ini ia bahkan menatap anaknya, yang tak pernah ia lakukan semenjak kehilangan mendiang istri.

"Ayah pernah melihatnya," pria itu mendesis pelan.

Ekspresi si anak berubah datar. Matanya menyipit.

"Omong kosong." Anak itu merebahkan badannya ke sandaran. Seringai lebar terulas di bibirnya, mencemooh.

Ia pikir ayahnya sudah tak waras. Sebab sudah terlalu lama berendam di lautan darah.

Tidak. Tidak mungkin seorang pembunuh bisa melihatnya. Mereka itu makhluk suci, batin si anak dalam hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline