Lihat ke Halaman Asli

Nur Rizka Mardhatillah

Freelance Graphic Designer | Industrial Engineering Student

Ada Apa di Balik Humanisme?

Diperbarui: 26 Mei 2017   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terlintas pertama kali dibenak kalian tentang humanisme? Kebanyakan dari kalian akan beranggapan bahwa humanisme merupakan paham kemanusiaan yang baik. Namun apakah kalian tahu? Humanisme sering dijadikan pelarian untuk orang-orang yang jauh dari agama. Mereka bisa bernapas bebas di jalan aliran humanisme ini. Tapi hal sebaliknya terjadi pada kaum religiouspaham ini dianggap sebagai ancaman besar terhadap keimanan mereka. Lalu, apa sebenarnya humanisme itu?

Sebgaimana kita tahu, humanisme terlahir di muka bumi bagian barat. Kebebasan ialah ciri khas mendalam dari humanisme itu sendiri. Humanisme modern yang mengambil ahli komando terhadap monopoli tafsir kebenaran yang dipegang oleh persekutuan negara dan agama. Orang-orang yang dianggap humanis atau kaum hmanis biasanya bercirikan dengan pendekatan rasionalnya terhadap manusia yang santai atau tidak terburu-buru. Mereka lebih mengutamakan penelitian atas ciri keduniawian. Kebudayaan ini tampil dan menggeser paham agama.

Kendati dalam humanisme tampak terbingkai transparan yang berlandaskan paham ateisme, namun pandainya para humanis menggunakan formay keagamaan untuk menyebar luaskan paham yang mereka anut. Tak jarang jika pada abad pertengahan paham humanisme ini masih terlihat akrab dengan kaum kristiani. Karena sejatinya paham ini didterima oleh kalangan elit. Jadi wajar saja jika paham ini sering dianggap paham yang kekristenan. Paham ini lahir ditengah himpitan bangunan usnag yang sudah mulai retas sana-sininya.

Meskipun tidak ada penekanan khusus terhadap keimanan terhadap Tuhan, kaum humanis tetap memandang harus konsisten pada keagamaan. Walaupun agama itu ternyata berlandaskan ateisme. Karena mereka sungguh oercaya tatanan sosial akan hancur tanpa adanya komitmen kepada serangkaian prinsip agama. Oleh sebab itu, para humanis bisa dibagi menjadi dua kelompok: yaitu penyembah Tuhan dan ateis. Namun, perlu diketahui bahwa dalam kaca mata kaum humanis penyembah Tuhan harus berlandaskan dengan kebebasan manusia.

Humanisme sering disamakan dengan ateisme. Anggapan seperti itu tidak semuanya benar, karena humanisme memiliki cartisn yang lebih luas dari itu semua. Di sini dapat kita rincikan bahwa humanisme itu banyak bukan hanya ateime, misalnya, humanisme Kristiani, humanisme kultural, humanisme Islam, humanisme eksistensial-teistis, dan masih banyak lagi. Hal yang memaknai  betaoa pentingnya kemanusiaan di dunia tanpa mengesampingkan kepercayaan terhadap Tuhan. Namun orang-orang dari kalangan agamalah yang memberikan artian sempit terhadap humanisme. Karena mereka menganggap pendekatan rasionalistis hadir sebagai ancaman bagi iman kepada Tuhan.

Namun anehnya lagi, penggunaan akal dalam beragama dianggap dapat menruntuhkan batasan-batasan doktriner dan menghancurkan tradisi religius yang telah dijaga selama ini. Jika kita mengikuti ulasan di atas, tampak jelas bahwa humanisme yang memproduksi kecurigaan terhadap agama itu mendapat balasan dengan kcurigaan kembali dan menimbulkan penyempitan pengertian paham humanisme pada ateisme. Sepeti yang kita ketahui, sikap saling curiga itu tidak menolong sama sekali dan merugikan kemanusiaan itu sendiri.

Semua paham humanisme bisa dilihat sebagai suatu upaya intelektual yang gigih untuk memaknai kemanusiaan pada dunia ini. Usaha ini dilakukan dengan membongkar lagi tumpukan tanah terhadapah tradisi kultural  yang sudah lama tertanam di muka bumi ini. Sama hal yang terjadi pada humanisme Renaisans yang bertujuan untuk mengimbangi antara kerasnya tekanan agama. Untuk itu, kaum huanisme Renaisans berusaha dengan membuat strategi dengan mendahulukan ilmu pengatahuan dibandingkan paham keagamaan. Maksudnya orang-orang pada zaman tersebut lebih memilih untuk memperkenalkan penelitian terlebih dahulu dibandingkan agama yang sering dianggap tahayul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline